Tasyabbuh dan Toleransi beragama
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak zaman dahulu memang problematika fiqh itu terus berkembang
dan membuat para ulama’ yang hidup dimasa modern memiliki pendapat sendiri
dalam memutuskan suatu masalah yang muncul, semua ulama’ sudah bersepakat jika
memutuskan hukum fiqh itu melalui dasar istimbatul hukmi yang paling
utama dan pertama yaitu Al-qur’an, Al-Hadist dan Ijma’ Ulama’ yang sudah
muttafaq, sedangkan yang lainnya seperti Qiyas, Istishab, Istihsan,
Adz-Dzari’ah DLL itu masih menjadi khilaf diantara para ulama’.
Fenomena seperti itulah yang membuat kita gampang dalam mengambil
hukum karena setiap ulama’ itu berbeda beda dalam memahami Alqur’an dan Hadist
baik itu dalam teks dan konteksnya, Contoh saja Imam Syafi’I dengan metode
pengambilan hukumnya Qiyas, Imam Hanafi yang mempunyai Istihsan dan juga Imam
Hambali dengan Adz-Dzari’ah nya, itu menandakan setiap ulama’ punya metode
penyeleseian hukum sendiri-sendiri berdasarkan ijtihad mereka masing-masing.
Penulis disini akan membahas tentang tasyabbuh dan toleransi beragama,
sedikit gambaran hadist tentang tasyabbuh itu sudah sangat jelas sekali bahwasanya Nabi Muhammad melarang menyerupai
orang kafir dan melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki, begitu juga
sebaliknya. dari hadist yang global ini para ulama’ berbeda pendapat tentang
tasyabbuh yang dimaksud itu dari apanya ?. apakah orang laki-laki yang berjalan
seperti perempuan masuk hadist Nabi tersebut ?, atau perempuan yang berbicara
dengan suara lantang (keras) seperti laki-laki termasuk kategori hadist Nabi ?
dan bagaimana dengan para artis yang ackting menjadi lawan jenis ?.
sedangkan toleransi beragama itu kita harus melihat konteksnya
kalau dalam nikah maka orang islam harus nikah dengan islam, tapi kalau dalam
konteks yang lain, seperti : bermuamalah itu tidak apa-apa bahkan kalau ada
tetangga kita orang kristen, katolik Dll itu wajib kita menghormatinya dan
melindunginya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa Pengertian
Tasyabbuh, Batasan-batasannya dalam Tasyabuh dan seperti apa Toleransi
beragama yang diperbolehkan dan tidak ?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas tujuan penulisannya adalah untuk mengetahui Pengertian
Tasyabbuh, Batasan-batasannya dalam Tasyabuh dan seperti apa Toleransi
beragama yang diperbolehkan dan tidak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tasyabbuh
Tasyabbuh secara bahasa adalah bentuk
masdar dari kata kerja tasyabbaha yang menunjukkan penyerupaan sesuatu ,
kesamaan warna , dan sifat . Tasyabbuh memiliki arti menyerupai atau mencontoh.
Menurut Imam Asy-Syafi’I Tasyabbuh secara
istilah adalah ungkapan yang menunjukkan upaya manusia untuk menyerupakan
dirinya dengan sesuatu yang diinginkan dirinya serupa dengannya dalam hal
tingkah laku , pakaian , atau sifat-sifatnya. Jadi tasyabbuh adalah ungkapan
tentang tingkah yang dibuat-buat yang diinginkan dan dilakukanya.
Tasyabbuh itu adakalanya dengan orang kafir
dan dengan lawan jenis itu hukummnya haram secara mutlak, seperti yang telah di
sampaikan oleh baginda nabi Muhammad SAW bahwa sanya beliau melarang tasyabbuh
dengan orang kafir dan melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita
yang menyerupai laki-laki.[1]
Diceritakan dari Abu Dawud dan Nasa’I dan Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam
kitab shahihnya Nabi juga melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan
perempuan yang memakai pakaian laki-laki.
Diriwayatkan juga dari Imam Ahmad dan
Thabarani dari Abdullah bin Amr bin Ash dia sedang melihat Ummu Said binti Abi
Jahl berjalan layaknya seorang laki-laki maka Abdullah berkata aku mendengar
Nabi Muhammad bersabda : bukan golongan kita seorang wanita yang menyerupai
laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita. Diambil dari hadist-hadist
tersebutlah haramnya menyerupai orang kafir dan lawan jenis, sedangkan batasan
keharamnya ketika ada dua perkara yang nyata tampaknya : yaitu yang pertama menyerupai
dengan sengaja, seperti laki-laki yang sangat berpedoman dengan tingkah laku
wanita, dan sebaliknya. karena dengan sengaja menyerupai itu bisa mencegah
kekhususan jenis yang diberikan Allah kepadanya, padahal Allah telah membagi
makhluqnya dengan ada yang laki-laki dan perempuan itu untuk kemaslahatan kaum
manusia. yang kedua menyerupainya harus dengan sesuatu yang sudah menjadi
kekhususan jenis yang lain, seperti laki-laki tidak boleh berjilbab dan wanita
tidak boleh pakai imamah.[2]
Tapi didalam hadits tersebut masih merujuk pada pemahaman yang universal
yang dilaknat itu yang seperti apa tasyabbuhnya, apakah dalam semua hal atau tidak, maka dari itu para
ulama’ memberikan pendapatnya masing-masing mengenai hadist tersebut
berdasarkan ijtihadnya masing-masing.
الزينة واللباس : التعريف والترغيب فيهما والأنواع
والأحكام (المباح والمستحب والحرام) التعريف والترغيب فيهما الزينة ما يتزين به وهي
كل ما يضفى على الإنسان حسنا وبهجة أو هي اسم يقع على محلسن الخلق التي خلق الله
وعلى ما يتزين به الإنسان من فضل لباس أو حلي وغير ذلك وقد تكون مشروعة وهي
الخالية من الفتنة والإفساد أو النية الفاسدة وقد تكون غير مشروعة وهي الباعثة على
الفتنة والفساد أو النية الخبيثة أو يشويها شيء من فساد النية قال الزمحشري في الكشاف الزينة ما تتزين به
المرأة من حلي أو كحل والخضاب فلا بأس بإبدائه للأجانب وما خفي منها كالسوار
والخلخال والدملج والقلادة والإكيل والوشح والقرط فلا تبديه إلا لهؤلاء المذكورين
أي في آية المحارم من الأزواج والأولاد وبقية الأقارب المحرمات
Tentang berhias dan memakai pakaian
Pengertian dari Berhias itu segala sesuatu
yang dipakai oleh manusia agar tampak indah dan anggun, dan berhias itu
mengandung beberapa hukum diantaranya ada yang diperbolehkan/Mubah , Sunnah,
bahkan Haram. Boleh dalam berhias asalkan terhindar dari fitnah dan mempunyai
niat yang baik dan di perbolehkan oleh Syara’, misalnya menghadiri suatu acara
islami seperti Pengajian, Mauludan dan Manakiban. Yang haram itu jika seseorang
berhias dengan tujuan mengundang fitnah dan niat yang tidak baik, misalnya
berhias dengan menampakkan aurotnya agar dilihat lawan jenis yang bukan
mahramnya.[3]
حاصل ما ذكره
العلماء فى التزيى بزى الكفار أنه إما أن يتزيا بزيهم ميلا إلى دينهم وقاصدا
التشبه بهم فى شعائر الكفر أو يمشى معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما وإما أن
لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم فى شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم
فيأثم
Berhias menyerupai orang kafir baik itu tentang
masalah agamanya dan semua tasyabbuh yang mengandung syiar orang-orang kafir
atau berjalan bersama orang kafir maka dia termasuk kafir, tetapi kalau tidak bermaksud
seperti tersebut dan tasyabbuhnya hanya dalam syiar-syiarnya, hari rayanya dan
bermuamalah maka itu boleh tapi berdosa.[4]
وقد ضبط ابنُ دقيق العيد ما يحرُم التشبه بهن فيه بأنه ما
كان مخصوصا بهن في جنسه وهيئته أو غالبا في زيهن وكذا يقال في عكسه نهاية قال ع ش
ومن العكس ما يقع لنساء العرب من لُبس البشوت وحمل السكين على الهيئة المختصة
بالرجال فيحرم عليهن ذلك وعلى هذا فلو اختصت النساء أو غلب فيهن زيٌّ مخصوص في
إقليم وغلب في غيره تخصيصُ الرجال بذلك الزيِّ
Ibnu Daqiq Al-Id memberi batasan terhadap
yang diharamkan dalam Tasyabbuh yaitu seorang laki-laki dalam bentuk tubuh,
tingkah laku atau kebanyakan berhias menyerupai wanita maka tidak boleh, begitu
juga sebaliknya. di kitab ini dicontohkan perempuan bangsa arab yang
menggunakan jubah dan membawa pisau pada keadaan tertentu itu berhukum haram
karena menyerupai laki-laki, kalau ada perempuan memakai potongan kain
diikatkan di kepalanya itu tidak apa-apa kecuali imamah itu tidak boleh karena
makhsusun oleh laki-laki.[5]
فالحاصل أنه إن فعل ذلك بقصد التشبيه بهم في شعار الكفر
كفر قطعا أو في شعار العبد مع قطع النظر عن الكفر لم يكفر ولكنه يأثم وإن لم يقصد
التشبيه بهم أصلا ورأسا فلا شيء عليه
Maka melakukan tasyabbuh itu merupakan syiar-syiar orang kafir, jika
seseorang itu sengaja dalam bertasyabbuh maka dia kafir, tapi jika dia tidak
sengaja maka tidak apa-apa, dan jika kita melihat seseorang hamba Allah
melakukan Tasyabbuh dan kita tidak menegurnya maka kita tidak termasuk kafir
tapi berdosa.[6]
Imam At-Thobari memberikan pengertian bahwasanya yang dimaksud
tidak boleh itu bagi laki-laki yang tasyabbuh dengan wanita dalam berhias yang
terkhusus untuk wanita, seperti Lipstik, Bedak, Dll. Kemudian Al-Hafid
menambahi tidak boleh juga tasyabbuh dalam berbicara dan berjalan, tetapi ini
masih terjadi khilaf diantara ulama’ karena menyesueikan adat di daerahnya
masing-masing.[7]
تشبه
الرجال بالمرأة والمرأة بالرجال في اللباس سؤال: ما قولكم في الرجل يلبس إزار
المرأة أو المرأة تلبس لباس الرجل أو تلبس بنطلون أو ثوبا مثل ثوب الرجل شكلا
وصورة فهل ذلك كله داخل في الحديث لعن الرجل يلبس لبسة المرأة والمرأة
تلبس لبسة الرجل أو لا؟ الجواب والله الهادي إلى الصواب أن اللباس الرجل الخاص به
إذا لبسته المرأة وصارت بحيث أنها بسببه تشبه الرجل وقصدت التشبه به تكون داخلة
فيما ورد في الحديث الوعيد الشديد وكذلك الرجل إذا لبس لباس المرأة الخاص بها بحيث
يظهر أمام الناس كأنه إمرأة وقصد التشبه بذلك فإنه يدخل بالوعيد الشديد المذكور
ففي الحديث الصحيح لعن المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات م
النساء بالرجال
Jika ada perempuan laki-laki memakai rok atau ada wanita menggunakan
celana pendek atau pakaian-pakaian seperti pakaiannya laki-laki dalam segi
bentuknya apakah termasuk terkena kategori hadist لعن الرجل يلبس لبسة المرأة ...
Jawabannya : ketika perempuan menggunakan pakaian yang khusus untuk
laki-laki itu termasuk sebab tasyabbuh dengan laki-laki dan sengaja tasyabbuh
dengan laki-laki maka termasuk kategori hadist diatas, begitu juga laki-laki.
Boleh wanita menggunakan pakaian yang panjang sampai lututnya saja karena
pakaian seperti itu tidak makhsus bi Ar-Rijal tapi yang tidak boleh adalah
membuka aurotnya didepan laki-laki yang bukan mahrom. Jika para wanita
menggunakan pakaian-pakaian yang sempit yeng sekiranya bentuk
keindahan-keindahan ditubuhnya terlihat (Tembus pandang) itu masuk kategori
hadist كاسيات عاريات
(para wanita
yang memakai baju tapi terlihat telanjang).[8]
(من تشبه
بقوم) أي تزيا في ظاهره بزيهم وفي تعرفه بفعلهم وفي تخلقه بخلقهم وسار بسيرتهم
وهديهم في ملبسهم وبعض أفعالهم أي وكان التشبه بحق قد طابق فيه الظاهر الباطن (فهو
منهم) وقيل المعنى من تشبه بالصالحين وهو من أتباعهم يكرم كما يكرمون ومن تشبه
بالفساق يهان
Seseorang yang menyerupai suatu kaum secara dhohirnya seperti
berperilaku , akhlaqnya dan semua yang berhubungan dengan penampilan baik
dhohirnya dan batinnya maka termasuk golongan mereka, seperti contoh jika kita
berkumpul dengan orang-orang sholih maka pasti kita akan ikut mulya sama
seperti mereka, meskipun kita tidak begitu mulya, Begitu juga sebaliknya jika
kita berkumpul dengan orang fasiq maka kita akan ikut hina meskipun kita mulya.[9]
قوله تحرم
مودة الكافر ) أى المحبة والميل بالقلب وأما المخالطة الظاهرية فمكروهة وعبارة شرح
م ر وتحرم موادتهم وهو الميل القلبى لا من حيث الكفر وإلا كانت كفرا
وسواء فى ذلك أكانت لأصل أو فرع أم غيرهما وتكره مخالطته ظاهرا ولو بمهاداة فيما
يظهر ما لم يرج إسلامه ويلحق به ما لوكان بينهما نحو رحم أو جوار
Imam Ar-Romli menghukumi haram orang yang mencintai orang kafir,
kalau berkumpul dengan orang kafir itu hukumnya makruh, ada juga ulama yang
mengatakan bahwa duduk saja dengan orang fasiq/kafir itu haram, tetapi kalau
bermuamalah dengan orang kafir untuk menolak kemadhorotan dan menarik kebaikan
itu tidak apa-apa.[10]
B.
Toleransi Beragama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan
toleransi berarti sifat atau sikap toleran.[11] Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai
“bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan
sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Toleransi antar umat beragama dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk
dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain dengan memiliki kebebasan
untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa
adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah dari
satu pihak ke pihak lain. Sebagai implementasinya
dalam praktek kehidupan sosial dapat dimulai dari sikap bertetangga,
karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut
keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap
toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan
tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan
dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong.
Seperti yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad “demi Allah tidak beriman,
ketika sahabat bertanya siapa ya Rasulullah ? Nabi Menjawab : Orang yang
tetangganya tidak merasa nyaman dari gangguannya.[12]
Hadist tersebut memberi indikasi
bahwasanya kita harus menjaga tetangga kita, baik itu yang muslim maupun yang Non
Muslim jangan sampai dia merasa tidak nyaman hidup ditengah-tengah kita.
Yang ke dua
tentang menikah dengan orang Kafir itu tidak boleh karena Allah sudah berfirman
“Kalian orang muslim tidak boleh menikahi perempuan kafir sampai dia mau
beriman”.[13]
Dari ayat al-qur’an ini memberi indikasi bahwasanya menikah dengan orang yang
agamanya tidak sama itu tidak boleh, karena banyak madhorotnya daripada
manfaatnya.[14]
Kalau orang kafir itu adalah orang yang menyembah berhala, berbeda dengan ahlul
kitab yang punya kitab samawi (Taurot, injil, dan zabur)[15],
Maka jumhur Ulama’ dan Imam Madzahibil Arba’ah membolehkan menikah dengan orang
ahlul kitab berdasarkan Firman Allah Surat Al-Maidah ayat lima.[16]
ANALISA TERKAIT NAHWU-SHOROF MELALUI TABEL
العلة
|
التركيب/ الكلمة
|
اللفظ
|
الرقم
|
لأنهما
تكونهما من مبتداء و خبر وتشبه هي الفعل لكن فاعله مضمر
|
جملة اسمية
ام فعلية
|
من تشبه
|
1
|
ب حرف جار و
قوم مجرور بحرف الجار
|
الجار
المجرور
|
بقوم
|
2
|
مرأة هي
مفرده و مرأتان التثنية و نساء جمع من مرأة
|
جمع مؤنس
السالم
|
النساء
|
3
|
HUKUM YANG
TERKANDUNG DALAM KITAB MENGENAI TASYABBUH DAN TOLERANSI BERAGAMA
العلة
|
الحكم
|
الكتاب
|
بقدر فاعله و
النية عنه
|
المباح و
السنة و الحرم
|
المسلمة في العالم المعاصرالأسرة
|
تشبه الرجل
للمرأة و عكسه في الجنس و الهيئة و الكثرة الزينة
|
الحرم
|
حواش
السرواني
|
الفرق من نية
فقط إن تقصد بالتشبة فالحرم و إن لم تقصد لا شيء (المباح)
|
الحرم و
الجائز
|
الفتاوى
الفقهية الكبرى
|
للدليل من
تشبه بقوم فهو منهم أي في جميع أفعال و تتعلق بالثوب ظاهرا و باطنا
|
الحرم
|
الفيض القدير
|
لكن التشبه
في هذا الكتاب معناه كل شيء يحتص بغير الجنس
|
الحرم
|
عون المعبود
|
مودة الكافر
حرم مطلق بخلاف المخالط معهم مكروه
|
الحرم
|
بجيرمى على
الخاطيب
|
الزينة بالتشبه
مع الكافر و الميل على الدينهم
|
الحرم
|
بغية
المسترسدين
|
والله لا
يؤمن والله لا يؤمن والله لا يؤمن قيل من يا رسول الله ؟ قال من لا يؤمن جاره
بوائقه .
|
Hukum
toleransi dalam hal bertetangga Boleh
|
رياض
الصالحين
|
حرم نكاح بالمشرك المراد هنا كل كافر لا يدين
بدين الإسلام فيشمل الوثني, والماجوسي و اليهودي و النصراني والمرتدّ عن الإسلام
فكل هؤلاء يحرم تزويجهم بالمسلمة, والعلّة في ذلك ان الإسلام يعلو ولا يعلى
عليه.
|
Hukum
toleransi dalam nikah tidak boleh
|
روائع البيان
تفسير الأيات
القرأن
|
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
Menurut
kebanyakan ulama’ Tasyabbuh dengan orang kafir dan lawan jenis yang dikhususkan
itu haram secara muthlaq karena melihat madhorotnya sangat banyak.
Tapi kemudian
para ulama’ berbeda-beda dalam memberikan pendapatnya masing-masing diantaranya
:
1.
Tasyabbuh itu
haram kalau memang niatnya untuk tasyabbuh tapi kalau tidak berniat untuk
tasyabbuh maka tidak apa-apa.
2.
Tidak apa-apa
memakai sesuatu yang tidak terkhusus untuk satu jenis, misalnya menyisir rambut
itu boleh laki-laki dan perempuan melakukannya karena tidak terkhusus satu
jenis, berbeda dengan lipstick dan Imamah.
3.
Tasyabbuh
dalam berbicara, berjalan itu tidak boleh.
4.
Kumpul-kumpul
dengan orang kafir itu juga tidak boleh.
Sedangkan
dalam hal toleransi itu boleh-boleh saja pokoknya tidak dalam aqidah dan
ubudiyah, bahkan juga dalam hal nikah karena banyak madhorotnya daripada
mashlahatnya, biar bagaimanapun maslahat harus didahulukan.
1.
Toleransi
dalam bertetangga itu tidak apa-apa.
2.
Toleransi dalam
bermuamalah juga tidak apa-apa, asalkan tujuannya mencegah kemadhorotan dan
menarik kemanfaatan.
3.
Toleransi
dalam aqidah tidak boleh, misalnya di daerah kita ada orang menyembah berhala
terus kita tidak mencegahnya tapi malah ikut-ikutan menyembah berhala.
- Saran
Semoga makalah
singkat ini dapat memberikan kontribusi kepada kita semua dan kami sebagai
pemakalah mengakui bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami
mengharapkan kepada pembaca saran yang membangun demi kebaikan kita bersama
kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Terjemahan menara kudus
Malik Bin Anas (At-Tamhid Lima Fi Al-Muwattha’ minal
Ma’ani wal Asanid : Juz 5)
(Al-Fatawa
Al-Azhar : Juz 10 )
(Al-Usroh Al-Muslimah Fi Al-Alam Al-Mu’ashir )
(Bugyatul
Mustarsidin)
(Al-Hawasyi
Asy-Syarwani : Dar Al-Fikr : Juz 3)
(Al-Fatawa Al-Fiqhiyah
Al-Kubra : Juz 4)
(Aunul Ma’bud
: Juz 11 )
( Qurrotu
Al-Ain Bi-Fatawa Ismaila Az-Zain )
(Al-Faidhul
Qadir : Juz 6 )
(Bujaeromi
ala Al-Khotib : Juz 4)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.1991. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1.
Imam Abi Zakariya Muhyiddin Yahya An-Nawawi
(Riyadhus Sholihin : Haramain)
As-Sayyid As-Sabiq (Fiqh Sunnah : Juz 2 : Maktabah Al-Ashriyah)
Ali Ash-Shobuni (Rowai’ul Bayan Tafsir Ayati Al-Quran : Juz 1
: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah )
[1] Malik Bin Anas (At-Tamhid Lima Fi Al-Muwattha’ minal Ma’ani wal
Asanid : Juz 5) 50
[2] (Al-Fatawa Al-Azhar : Juz 10 ) 180
[3] (Al-Usroh Al-Muslimah Fi Al-Alam Al-Mu’ashir ) 253
[4] (Bugyatul Mustarsidin) 248
[5] (Al-Hawasyi Asy-Syarwani : Dar Al-Fikr : Juz 3) 26
[6] (Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra : Juz 4) 239
[7] (Aunul Ma’bud : Juz 11 ) 105
[8] ( Qurrotu Al-Ain Bi-Fatawa Ismaila Az-Zain ) 232-233
[9] (Al-Faidhul Qadir : Juz 6 ) 135
[10] (Bujaeromi ala Al-Khotib : Juz 4) 292/245
[11] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.1991. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1. h.
1065
[12] Imam Abi Zakariya Muhyiddin Yahya An-Nawawi (Riyadhus Sholihin :
Haramain) 160
[13] Al-Baqoroh : 21
[14] Syuhada’ Syarkun,Penyampaian kuliah pertama dalam materi fiqh
perbandingan, Hari selasa Jam 09.00 Wib
[15] As-Sayyid As-Sabiq (Fiqh Sunnah : Juz 2 : Maktabah Al-Ashriyah) 70
[16] Ali Ash-Shobuni (Rowai’ul Bayan Tafsir Ayati Al-Quran : Juz 1 : Dar
Al-Kutub Al-Islamiyah ) 203
Komentar
Posting Komentar