Tasyabbuh dan Toleransi beragama

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sejak zaman dahulu memang problematika fiqh itu terus berkembang dan membuat para ulama’ yang hidup dimasa modern memiliki pendapat sendiri dalam memutuskan suatu masalah yang muncul, semua ulama’ sudah bersepakat jika memutuskan hukum fiqh itu melalui dasar istimbatul hukmi yang paling utama dan pertama yaitu Al-qur’an, Al-Hadist dan Ijma’ Ulama’ yang sudah muttafaq, sedangkan yang lainnya seperti Qiyas, Istishab, Istihsan, Adz-Dzari’ah DLL itu masih menjadi khilaf diantara para ulama’.
Fenomena seperti itulah yang membuat kita gampang dalam mengambil hukum karena setiap ulama’ itu berbeda beda dalam memahami Alqur’an dan Hadist baik itu dalam teks dan konteksnya, Contoh saja Imam Syafi’I dengan metode pengambilan hukumnya Qiyas, Imam Hanafi yang mempunyai Istihsan dan juga Imam Hambali dengan Adz-Dzari’ah nya, itu menandakan setiap ulama’ punya metode penyeleseian hukum sendiri-sendiri berdasarkan ijtihad mereka masing-masing.
Penulis disini akan membahas tentang tasyabbuh dan toleransi beragama, sedikit gambaran hadist tentang tasyabbuh itu sudah sangat jelas sekali  bahwasanya Nabi Muhammad melarang menyerupai orang kafir dan melaknat perempuan yang menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. dari hadist yang global ini para ulama’ berbeda pendapat tentang tasyabbuh yang dimaksud itu dari apanya ?. apakah orang laki-laki yang berjalan seperti perempuan masuk hadist Nabi tersebut ?, atau perempuan yang berbicara dengan suara lantang (keras) seperti laki-laki termasuk kategori hadist Nabi ? dan bagaimana dengan para artis yang ackting menjadi lawan jenis ?.
sedangkan toleransi beragama itu kita harus melihat konteksnya kalau dalam nikah maka orang islam harus nikah dengan islam, tapi kalau dalam konteks yang lain, seperti : bermuamalah itu tidak apa-apa bahkan kalau ada tetangga kita orang kristen, katolik Dll itu wajib kita menghormatinya dan melindunginya.
B.  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa Pengertian Tasyabbuh, Batasan-batasannya dalam Tasyabuh dan seperti apa Toleransi beragama yang diperbolehkan dan tidak ?
C.  Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas tujuan penulisannya adalah untuk mengetahui Pengertian Tasyabbuh, Batasan-batasannya dalam Tasyabuh dan seperti apa Toleransi beragama yang diperbolehkan dan tidak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tasyabbuh
Tasyabbuh secara bahasa adalah bentuk masdar dari kata kerja tasyabbaha yang menunjukkan penyerupaan sesuatu , kesamaan warna , dan sifat . Tasyabbuh memiliki arti menyerupai atau mencontoh.
Menurut Imam Asy-Syafi’I Tasyabbuh secara istilah adalah ungkapan yang menunjukkan upaya manusia untuk menyerupakan dirinya dengan sesuatu yang diinginkan dirinya serupa dengannya dalam hal tingkah laku , pakaian , atau sifat-sifatnya. Jadi tasyabbuh adalah ungkapan tentang tingkah yang dibuat-buat yang diinginkan dan dilakukanya.
Tasyabbuh itu adakalanya dengan orang kafir dan dengan lawan jenis itu hukummnya haram secara mutlak, seperti yang telah di sampaikan oleh baginda nabi Muhammad SAW bahwa sanya beliau melarang tasyabbuh dengan orang kafir dan melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.[1]
Diceritakan dari Abu Dawud dan Nasa’I dan Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya Nabi juga melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.
Diriwayatkan juga dari Imam Ahmad dan Thabarani dari Abdullah bin Amr bin Ash dia sedang melihat Ummu Said binti Abi Jahl berjalan layaknya seorang laki-laki maka Abdullah berkata aku mendengar Nabi Muhammad bersabda : bukan golongan kita seorang wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita. Diambil dari hadist-hadist tersebutlah haramnya menyerupai orang kafir dan lawan jenis, sedangkan batasan keharamnya ketika ada dua perkara yang nyata tampaknya : yaitu yang pertama menyerupai dengan sengaja, seperti laki-laki yang sangat berpedoman dengan tingkah laku wanita, dan sebaliknya. karena dengan sengaja menyerupai itu bisa mencegah kekhususan jenis yang diberikan Allah kepadanya, padahal Allah telah membagi makhluqnya dengan ada yang laki-laki dan perempuan itu untuk kemaslahatan kaum manusia. yang kedua menyerupainya harus dengan sesuatu yang sudah menjadi kekhususan jenis yang lain, seperti laki-laki tidak boleh berjilbab dan wanita tidak boleh pakai imamah.[2]
Tapi didalam hadits tersebut masih merujuk pada pemahaman yang universal yang dilaknat itu yang seperti apa tasyabbuhnya, apakah dalam semua hal atau tidak, maka dari itu para ulama’ memberikan pendapatnya masing-masing mengenai hadist tersebut berdasarkan ijtihadnya masing-masing.

الزينة واللباس : التعريف والترغيب فيهما والأنواع والأحكام (المباح والمستحب والحرام) التعريف والترغيب فيهما الزينة ما يتزين به وهي كل ما يضفى على الإنسان حسنا وبهجة أو هي اسم يقع على محلسن الخلق التي خلق الله وعلى ما يتزين به الإنسان من فضل لباس أو حلي وغير ذلك وقد تكون مشروعة وهي الخالية من الفتنة والإفساد أو النية الفاسدة وقد تكون غير مشروعة وهي الباعثة على الفتنة والفساد أو النية الخبيثة أو يشويها شيء من فساد النية قال الزمحشري في الكشاف الزينة ما تتزين به المرأة من حلي أو كحل والخضاب فلا بأس بإبدائه للأجانب وما خفي منها كالسوار والخلخال والدملج والقلادة والإكيل والوشح والقرط فلا تبديه إلا لهؤلاء المذكورين أي في آية المحارم من الأزواج والأولاد وبقية الأقارب المحرمات
Tentang berhias dan memakai pakaian
Pengertian dari Berhias itu segala sesuatu yang dipakai oleh manusia agar tampak indah dan anggun, dan berhias itu mengandung beberapa hukum diantaranya ada yang diperbolehkan/Mubah , Sunnah, bahkan Haram. Boleh dalam berhias asalkan terhindar dari fitnah dan mempunyai niat yang baik dan di perbolehkan oleh Syara’, misalnya menghadiri suatu acara islami seperti Pengajian, Mauludan dan Manakiban. Yang haram itu jika seseorang berhias dengan tujuan mengundang fitnah dan niat yang tidak baik, misalnya berhias dengan menampakkan aurotnya agar dilihat lawan jenis yang bukan mahramnya.[3]

حاصل ما ذكره العلماء فى التزيى بزى الكفار أنه إما أن يتزيا بزيهم ميلا إلى دينهم وقاصدا التشبه بهم فى شعائر الكفر أو يمشى معهم إلى متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما وإما أن لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم فى شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم
Berhias menyerupai orang kafir baik itu tentang masalah agamanya dan semua tasyabbuh yang mengandung syiar orang-orang kafir atau berjalan bersama orang kafir maka dia termasuk kafir, tetapi kalau tidak bermaksud seperti tersebut dan tasyabbuhnya hanya dalam syiar-syiarnya, hari rayanya dan bermuamalah maka itu boleh tapi berdosa.[4]

وقد ضبط ابنُ دقيق العيد ما يحرُم التشبه بهن فيه بأنه ما كان مخصوصا بهن في جنسه وهيئته أو غالبا في زيهن وكذا يقال في عكسه نهاية قال ع ش ومن العكس ما يقع لنساء العرب من لُبس البشوت وحمل السكين على الهيئة المختصة بالرجال فيحرم عليهن ذلك وعلى هذا فلو اختصت النساء أو غلب فيهن زيٌّ مخصوص في إقليم وغلب في غيره تخصيصُ الرجال بذلك الزيِّ
Ibnu Daqiq Al-Id memberi batasan terhadap yang diharamkan dalam Tasyabbuh yaitu seorang laki-laki dalam bentuk tubuh, tingkah laku atau kebanyakan berhias menyerupai wanita maka tidak boleh, begitu juga sebaliknya. di kitab ini dicontohkan perempuan bangsa arab yang menggunakan jubah dan membawa pisau pada keadaan tertentu itu berhukum haram karena menyerupai laki-laki, kalau ada perempuan memakai potongan kain diikatkan di kepalanya itu tidak apa-apa kecuali imamah itu tidak boleh karena makhsusun oleh laki-laki.[5]

فالحاصل أنه إن فعل ذلك بقصد التشبيه بهم في شعار الكفر كفر قطعا أو في شعار العبد مع قطع النظر عن الكفر لم يكفر ولكنه يأثم وإن لم يقصد التشبيه بهم أصلا ورأسا فلا شيء عليه
Maka melakukan tasyabbuh itu merupakan syiar-syiar orang kafir, jika seseorang itu sengaja dalam bertasyabbuh maka dia kafir, tapi jika dia tidak sengaja maka tidak apa-apa, dan jika kita melihat seseorang hamba Allah melakukan Tasyabbuh dan kita tidak menegurnya maka kita tidak termasuk kafir tapi berdosa.[6]
Imam At-Thobari memberikan pengertian bahwasanya yang dimaksud tidak boleh itu bagi laki-laki yang tasyabbuh dengan wanita dalam berhias yang terkhusus untuk wanita, seperti Lipstik, Bedak, Dll. Kemudian Al-Hafid menambahi tidak boleh juga tasyabbuh dalam berbicara dan berjalan, tetapi ini masih terjadi khilaf diantara ulama’ karena menyesueikan adat di daerahnya masing-masing.[7]

تشبه الرجال بالمرأة والمرأة بالرجال في اللباس سؤال: ما قولكم في الرجل يلبس إزار المرأة أو المرأة تلبس لباس الرجل أو تلبس بنطلون أو ثوبا مثل ثوب الرجل شكلا وصورة فهل ذلك كله داخل في الحديث لعن  الرجل يلبس لبسة المرأة والمرأة تلبس لبسة الرجل أو لا؟ الجواب والله الهادي إلى الصواب أن اللباس الرجل الخاص به إذا لبسته المرأة وصارت بحيث أنها بسببه تشبه الرجل وقصدت التشبه به تكون داخلة فيما ورد في الحديث الوعيد الشديد وكذلك الرجل إذا لبس لباس المرأة الخاص بها بحيث يظهر أمام الناس كأنه إمرأة وقصد التشبه بذلك فإنه يدخل بالوعيد الشديد المذكور ففي الحديث الصحيح لعن  المتشبهين من الرجال بالنساء والمتشبهات م النساء بالرجال
Jika ada perempuan laki-laki memakai rok atau ada wanita menggunakan celana pendek atau pakaian-pakaian seperti pakaiannya laki-laki dalam segi bentuknya apakah termasuk terkena kategori hadist لعن  الرجل يلبس لبسة المرأة ...
Jawabannya : ketika perempuan menggunakan pakaian yang khusus untuk laki-laki itu termasuk sebab tasyabbuh dengan laki-laki dan sengaja tasyabbuh dengan laki-laki maka termasuk kategori hadist diatas, begitu juga laki-laki. Boleh wanita menggunakan pakaian yang panjang sampai lututnya saja karena pakaian seperti itu tidak makhsus bi Ar-Rijal tapi yang tidak boleh adalah membuka aurotnya didepan laki-laki yang bukan mahrom. Jika para wanita menggunakan pakaian-pakaian yang sempit yeng sekiranya bentuk keindahan-keindahan ditubuhnya terlihat (Tembus pandang) itu masuk kategori hadist كاسيات عاريات (para wanita yang memakai baju tapi terlihat telanjang).[8]

(من تشبه بقوم) أي تزيا في ظاهره بزيهم وفي تعرفه بفعلهم وفي تخلقه بخلقهم وسار بسيرتهم وهديهم في ملبسهم وبعض أفعالهم أي وكان التشبه بحق قد طابق فيه الظاهر الباطن (فهو منهم) وقيل المعنى من تشبه بالصالحين وهو من أتباعهم يكرم كما يكرمون ومن تشبه بالفساق يهان
Seseorang yang menyerupai suatu kaum secara dhohirnya seperti berperilaku , akhlaqnya dan semua yang berhubungan dengan penampilan baik dhohirnya dan batinnya maka termasuk golongan mereka, seperti contoh jika kita berkumpul dengan orang-orang sholih maka pasti kita akan ikut mulya sama seperti mereka, meskipun kita tidak begitu mulya, Begitu juga sebaliknya jika kita berkumpul dengan orang fasiq maka kita akan ikut hina meskipun kita mulya.[9]

قوله تحرم مودة الكافر ) أى المحبة والميل بالقلب وأما المخالطة الظاهرية فمكروهة وعبارة شرح م ر وتحرم موادتهم  وهو الميل القلبى لا من حيث الكفر وإلا كانت كفرا وسواء فى ذلك أكانت لأصل أو فرع أم غيرهما وتكره مخالطته ظاهرا ولو بمهاداة فيما يظهر ما لم يرج إسلامه ويلحق به ما لوكان بينهما نحو رحم أو جوار
Imam Ar-Romli menghukumi haram orang yang mencintai orang kafir, kalau berkumpul dengan orang kafir itu hukumnya makruh, ada juga ulama yang mengatakan bahwa duduk saja dengan orang fasiq/kafir itu haram, tetapi kalau bermuamalah dengan orang kafir untuk menolak kemadhorotan dan menarik kebaikan itu tidak apa-apa.[10]
B.     Toleransi Beragama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan toleransi berarti sifat atau sikap toleran.[11] Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai “bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Toleransi antar umat beragama dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah dari satu pihak ke pihak lain. Sebagai implementasinya dalam praktek kehidupan sosial dapat dimulai dari sikap bertetangga, karena toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antara penganut keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak. Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Seperti yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad “demi Allah tidak beriman, ketika sahabat bertanya siapa ya Rasulullah ? Nabi Menjawab : Orang yang tetangganya tidak merasa nyaman dari gangguannya.[12]  Hadist tersebut memberi indikasi bahwasanya kita harus menjaga tetangga kita, baik itu yang muslim maupun yang Non Muslim jangan sampai dia merasa tidak nyaman hidup ditengah-tengah kita.
Yang ke dua tentang menikah dengan orang Kafir itu tidak boleh karena Allah sudah berfirman “Kalian orang muslim tidak boleh menikahi perempuan kafir sampai dia mau beriman”.[13] Dari ayat al-qur’an ini memberi indikasi bahwasanya menikah dengan orang yang agamanya tidak sama itu tidak boleh, karena banyak madhorotnya daripada manfaatnya.[14] Kalau orang kafir itu adalah orang yang menyembah berhala, berbeda dengan ahlul kitab yang punya kitab samawi (Taurot, injil, dan zabur)[15], Maka jumhur Ulama’ dan Imam Madzahibil Arba’ah membolehkan menikah dengan orang ahlul kitab berdasarkan Firman Allah Surat Al-Maidah ayat lima.[16]

ANALISA TERKAIT NAHWU-SHOROF MELALUI TABEL
العلة
التركيب/ الكلمة
اللفظ
الرقم
لأنهما تكونهما من مبتداء و خبر وتشبه هي الفعل لكن فاعله مضمر
جملة اسمية ام فعلية
من تشبه
1
ب حرف جار و قوم مجرور بحرف الجار
الجار المجرور
بقوم
2
مرأة هي مفرده و مرأتان التثنية و نساء جمع من مرأة
جمع مؤنس السالم
النساء
3


HUKUM YANG TERKANDUNG DALAM KITAB MENGENAI TASYABBUH DAN TOLERANSI BERAGAMA

العلة
الحكم
الكتاب
بقدر فاعله و النية عنه
المباح و السنة و الحرم
 المسلمة في العالم المعاصرالأسرة
تشبه الرجل للمرأة و عكسه في الجنس و الهيئة و الكثرة الزينة
الحرم
حواش السرواني
الفرق من نية فقط إن تقصد بالتشبة فالحرم و إن لم تقصد لا شيء (المباح)
الحرم و الجائز
الفتاوى الفقهية الكبرى
للدليل من تشبه بقوم فهو منهم أي في جميع أفعال و تتعلق بالثوب ظاهرا و باطنا
الحرم
الفيض القدير
لكن التشبه في هذا الكتاب معناه كل شيء يحتص بغير الجنس
الحرم
عون المعبود
مودة الكافر حرم مطلق بخلاف المخالط معهم مكروه
الحرم
بجيرمى على الخاطيب
الزينة بالتشبه مع الكافر و الميل على الدينهم
الحرم
بغية المسترسدين
والله لا يؤمن والله لا يؤمن والله لا يؤمن قيل من يا رسول الله ؟ قال من لا يؤمن جاره بوائقه .
Hukum toleransi dalam hal bertetangga Boleh
رياض الصالحين
  حرم نكاح بالمشرك المراد هنا كل كافر لا يدين بدين الإسلام فيشمل الوثني, والماجوسي و اليهودي و النصراني والمرتدّ عن الإسلام فكل هؤلاء يحرم تزويجهم بالمسلمة, والعلّة في ذلك ان الإسلام يعلو ولا يعلى عليه. 
Hukum toleransi dalam nikah tidak boleh
روائع البيان
تفسير الأيات القرأن



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
  1. Kesimpulan
Menurut kebanyakan ulama’ Tasyabbuh dengan orang kafir dan lawan jenis yang dikhususkan itu haram secara muthlaq karena melihat madhorotnya sangat banyak.
Tapi kemudian para ulama’ berbeda-beda dalam memberikan pendapatnya masing-masing diantaranya :
1.      Tasyabbuh itu haram kalau memang niatnya untuk tasyabbuh tapi kalau tidak berniat untuk tasyabbuh maka tidak apa-apa.
2.      Tidak apa-apa memakai sesuatu yang tidak terkhusus untuk satu jenis, misalnya menyisir rambut itu boleh laki-laki dan perempuan melakukannya karena tidak terkhusus satu jenis, berbeda dengan lipstick dan Imamah.
3.      Tasyabbuh dalam berbicara, berjalan itu tidak boleh.
4.      Kumpul-kumpul dengan orang kafir itu juga tidak boleh.

Sedangkan dalam hal toleransi itu boleh-boleh saja pokoknya tidak dalam aqidah dan ubudiyah, bahkan juga dalam hal nikah karena banyak madhorotnya daripada mashlahatnya, biar bagaimanapun maslahat harus didahulukan.
1.      Toleransi dalam bertetangga itu tidak apa-apa.
2.      Toleransi dalam bermuamalah juga tidak apa-apa, asalkan tujuannya mencegah kemadhorotan dan menarik kemanfaatan.
3.      Toleransi dalam aqidah tidak boleh, misalnya di daerah kita ada orang menyembah berhala terus kita tidak mencegahnya tapi malah ikut-ikutan menyembah berhala.


  1. Saran
Semoga makalah singkat ini dapat memberikan kontribusi kepada kita semua dan kami sebagai pemakalah mengakui bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami mengharapkan kepada pembaca saran yang membangun demi kebaikan kita bersama kedepan.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Terjemahan menara kudus
Malik Bin Anas (At-Tamhid Lima Fi Al-Muwattha’ minal Ma’ani wal Asanid : Juz 5)
 (Al-Fatawa Al-Azhar : Juz 10 )
(Al-Usroh Al-Muslimah Fi Al-Alam Al-Mu’ashir )
 (Bugyatul Mustarsidin)
 (Al-Hawasyi Asy-Syarwani : Dar Al-Fikr : Juz 3)
 (Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra : Juz 4)
 (Aunul Ma’bud : Juz 11 )
 ( Qurrotu Al-Ain Bi-Fatawa Ismaila Az-Zain )
 (Al-Faidhul Qadir : Juz 6 )
 (Bujaeromi ala Al-Khotib : Juz 4)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1.
Imam Abi Zakariya Muhyiddin Yahya An-Nawawi (Riyadhus Sholihin : Haramain)
As-Sayyid As-Sabiq  (Fiqh Sunnah : Juz 2 : Maktabah Al-Ashriyah)
Ali Ash-Shobuni  (Rowai’ul Bayan Tafsir Ayati Al-Quran : Juz 1 : Dar Al-Kutub Al-Islamiyah )



[1] Malik Bin Anas (At-Tamhid Lima Fi Al-Muwattha’ minal Ma’ani wal Asanid : Juz 5) 50
[2] (Al-Fatawa Al-Azhar : Juz 10 ) 180
[3] (Al-Usroh Al-Muslimah Fi Al-Alam Al-Mu’ashir ) 253
[4] (Bugyatul Mustarsidin) 248
[5] (Al-Hawasyi Asy-Syarwani : Dar Al-Fikr : Juz 3) 26
[6] (Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra : Juz 4) 239
[7] (Aunul Ma’bud : Juz 11 ) 105
[8] ( Qurrotu Al-Ain Bi-Fatawa Ismaila Az-Zain ) 232-233
[9] (Al-Faidhul Qadir : Juz 6 ) 135
[10] (Bujaeromi ala Al-Khotib : Juz 4) 292/245
[11] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Edisi ke-2. Cet. Ke-1. h. 1065
[12] Imam Abi Zakariya Muhyiddin Yahya An-Nawawi (Riyadhus Sholihin : Haramain) 160
[13] Al-Baqoroh : 21
[14] Syuhada’ Syarkun,Penyampaian kuliah pertama dalam materi fiqh perbandingan, Hari selasa Jam 09.00 Wib
[15] As-Sayyid As-Sabiq (Fiqh Sunnah : Juz 2 : Maktabah Al-Ashriyah) 70
[16] Ali Ash-Shobuni (Rowai’ul Bayan Tafsir Ayati Al-Quran : Juz 1 : Dar Al-Kutub Al-Islamiyah ) 203

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Travel dokument dan macam macamnya

Bilingualisme dan Dialogsia

Strategi Pembelajaran Mufrodat