I"Jazul Quran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
balakang
Al-Qur’an sebagai
kitab suci umat Islam, eksistensinya telah menarik minat segenap umat manusia.
Kemampuan ajarannya dalam melakukan reformasi total
dengan merubah jalan hidup umat manusia dalam segenap aspek kehidupannya dalam
tempo singkat merupakan sebuah kenyataan yang sulit ditandingi
ajaran-ajaran/agama lain. Kitab ini diturunkan Allah SWT kepada umat manusia
melalui Rasul-Nya Muhammad SAW sebagai pedoman dalam menempuh kehidupan.
Merupakan kitab terakhir dari Tuhan semesta alam dan melalui Rasul-Nya yang
terakhir, yang tidak akan ada lagi kitab dan rasul setelahnya sampai datangnya
hari kiamat, sehingga isi ajarannya mencakup segenap aspek kehidupan dan
berlaku sepanjang masa. Ajaran pamungkas inilah yang akan membawa umat manusia
pada kehidupan yang lebih baik di bawah ridlo Allah SWT. Dengan demikian
al-Qur’an merupakan wujud ajaran yang universal dan abadi sepanjang masa[1].
Adapun
tujuan mukjizat itu, untuk pengarahan yang di tujukan pada suatu umat yang
berkaitan dengan pengetahuan mereka, karena Allah tidak mengarahkan suatu umat
pada hal-hal yang mereka tidak ketahui, dan di situlah letak nilai mukjizat
yang telah di berikan kepada Nabi. I’jaz al-Quran dapat memberikan manfaat bagi
orang yang mempelajari dan mengkaji. Baik itu orang awam ataupun para ilmuan,
cendikiawan, dan semua kalangan manusiayang senantiasa mempergunakan akal
sehatnya. Adapun manfaat yang dapat dipetik dari I’jaz al-Quran akan disebutkan
dibawah ini, Kelembutan, keindahan, keserasian kalimat dan redaksial-Quran
dapat memberikan kesegaran kepada akal dan hati, baik orang awam ataupun kaum
cendikiawan, Gaya bahasa yang indah dapat dijadikan sebagai media dakwah untuk
menarik hati orang, Dengan adanya berita-berita ghaib, itu dapat dijadikan
ibrah guna memperkokoh iman kepada Allah dan membimbing perbuatan ke arah yang
benar.
B.
Rumusan masalah
Untuk lebih memudahkan dalam memahami makalah ini maka penulis membuat
rumusan sebagai berikut :
1. Apa
pengertian tentang I’jaz
2. Apa
saja macam-macam mukjizat.
3. Apa
saja segi-segi kemukjizatan Al Qura’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian I jaz Al-Qur’an
Dari segi bahasa kata I jaz berasal dari kata a’jaz, yujizu I jaz yang
berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan
atau memperlemah[2]. Secara
normative I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang
merupakan lawan dari ketidak berdayaan[3]. Oleh
karena itu apabila kemukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan
mukjizat. Sedang yang di maksud dengan Ijaz secara terminology ilmu Al-Qur’an
adalah sebagaimana yang di kemukakan oleh beberpa ahli sebagai berikut. Menurut
Manna Khalil Al Qaththan:
Ijaz
adalah menempakkan kebenaran Nabi saw dalam pengakuaan orang lain sebagai rosul
utusan Allah SWT dang an menampak kelemahan orang-orang arab untuk
menandinginya atau menghadapi makjizat yang abadi, yaitu Al-Qur’an dan
kelemahan-kelemahan generasi sesudah mereka[4].
Sedangkan menurut Ali al shabuniy mengemukakan:
I’jaz ialah menetapkan
kelemahan manusia baik secara kelompok maupun bersama-sama untuk menandingi hal
yang serupa dengannya, maka mukjizat merupakan bukti yang datangnya dari Allah
swt yang diberikan kepada hamba-Nya untuk memperkuat kebenaran misi kerasullan
dan kenabiaanya.
Sedangkan mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan
tantangan yang tidak mungkin dapat tandingi oleh siapapun dan kapanpun. Muhamad
bakar ismail menegaskan:
Mukjizat adalah
perkara luar biasa yang di sertai dan di ikuti tantangan yang diberikan oleh
Allah swt kepada Nabi-nabinya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan
kenbenaran terhadap apa yang di embannya yang bersumber dari Allah swt. Secara bahasa mu’jizat terambil dari bahasa Arab A’jaza (أعجاز) yang berarti me-lemahkan atau
menjadikan tidak mampu. Pelaku (yang melemahkan) disebut mu’jiz (معجز) dan bila kemampuan melemahkan
pihak lain sangat menonjol sehingga mampu membuat lawan tidak berkutik maka
dinamai mu’jizat ( معجزة). Adanya ta marbuthah (
ﺓ ) pada kata tersebut mengandung makna
mubalaghah (superlatif)[5].
Mu’jizat merupakan
dalil-dalil dari Allah SWT kepada hamba-hambanya yang bertujuan membenarkan
risalah para Rasul-Nya[6]. Dari beberapa pendapat para ahli studi al-Qur’an, maka bisa diambil
kesimpulan secara istilah bahwa mu’jizat ialah sesuatu yang luar biasa ajaib atau menakjubkan
yang diberikan oleh Allah SWT kepada para Rasul-Nya sebagai bukti kerasulan
mereka yang ditantangkan kepada mereka yang meragukan kebenaran kerasulan para
Rasul untuk mendatangkan yang serupa, namun mereka tidak mampu melayani
tantangan itu. Jadi mu’jizat
merupakan sestau yang mu’jiz atau yang melemahkan dikarenakan keluarbiasaannya
yang tidak bisa ditandingi.
Dari definisi di atas dapat di fahami antara I’jaz dan mukjizat itu adalah
dapat dikatakan searti yakni melemahkan. Hanya saja pengertian I’jaz di atas
mengesankan batasan yang lebih sepesifik, yang hanya Al-Qur’an. Sedangkan
pengertian mukjizat, menegaskan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya
berupa Al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu di jangkau
manusia secara keseluruhan. Dengan demikian dalam konteks ini antara pengertian
I’jaz dan mukjizat itu saling melengkapi, sehingga nampak jelas keistimewaan
dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada Rasul-rasul
pilihan-Nya sebagai salah satu bukti. Kebenaran misi kerasulan yang dibawahnya[7].
Al-Quran digunakan oleh Nabi Muhammad saw untuk menentang orang-orang pada
masa beliau dan generasi sesudahnya yang tidak percaya akan kebenaran Al-Qur’an
sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad) dan tidak percaya akan risalah
Nabi saw dan ajaran yang di bawanya. Terhadap mereka sungguhpun mereka
memiliki tingkat fashahah dan balaghah sedemikian tinggi di bidang bahasa arab,
Nabi meminta mereka untuk menandingi Al-Qur’an dalam tiga tahapan[8].
1. Menantang
mereka dengan seluruh Qur’an dalam Usluh Uman yang meliputi orang arab sendiri
dan orang lain, manusia dan jin, dengan tantangan mengalahkan
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ
عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ
كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Artinya
:
“Katakanlah,
sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Quran
ini niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia sekapilun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain (Qs: Al-Isro’: 88).”
2. Menantang
mereka dengan satu surah saja dari Al-Qur’an dalam firman-Nya.
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ
وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (هود: 13)
Artinya
:
“Bahkan
mereka mengatakan,” Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu” katakanlah,
kalau demikian, maka datangkanlah sepuluh surat-surat menyamainya, dan
panggillah orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain Allah, jika kamu
memang orang-orang yang benar”.
3. Menantang
mereka dengan satu surah saja dari Al-Qur’an, dalam firman-Nya:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبِ
مِمَّانَزَّلْنَاعَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوْبِسُوْرةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوْا
شُهَدَآءَ كُمْ مِنْ دُونِ اللهِ إنْ كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ
Artinya
:
“Dan jika
kamu tetap dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang kamai wahyukan kepada hamba
kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allah jika kamu orang-orang yang benar”
Kelahiran ilmu kalam di dalam islam mempunyai implikasi lebih tepat untuk
di katakansebagai kalam. Di dalam kalam, dimana tokoh-tokoh imlu kalam ini
mulai tampak ketika membicarakan kemakhlukan Qur’an maka pendapat dan pandangan
mereka berbeda-beda dan beraneka ragam[9].
1.
Abu ishaq ibrahim an Nizam dan pengikutnya dari
kaum syi’ah berpendapat, kemukjizatan Qur’an adalah dengan cara sirfah
(pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan an-Nizam ialah bahwa Allah
memalingkan orang-orang arab untuk menentang Qur’an, padahal sebenarnya mereka
mampu menghadapinya. Pendapat tentang sirfah ini batil dan di tolak oleh Qur’an
sendiri. Dalam fimannya :
“Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang
serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bai sebagian yang
lain”. (al-Isra’ (17):88)
2.
Satu golongan ulama berpendapat Qur’an itu mukjizat
dengan halagah-Nya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya dan
ini adalah pendapat ahli bahasa.
3.
Sebagian yang lain berpendapat segi kemukjizatan Al
Qur’an itu ialah karena mengandung badi yang sangat unik dan berbeda dengan apa
yang dikenal dalam perkataan orang Arab, seperti fasidah dan maqta.
4.
Golongan yang lain berpendapat bahwa Al Qur’an itu
terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal gaib yang akan datang yang tidak
dapat diketahui kecuali dengan wahyu
5.
Satu golongan berpendapat Al Qur’an itu mukjizat
karena ia mengandung bermacam-macam ilmu hikmah yang sangat dalam.
B.
Macam-macam Mukjizat
Secara garis besar mukjizat dapat di bagi dalam dua bagian pokok yaitu
mukjizat yang bersifat hiisi dan mukjizat maknawi yang dapat di buktikan
sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama mukjizat
mereka bersifat hiisi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat di jangkau lewat
indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya[10]. Contoh
seperti tidak terbakarnya Nabi Ibrahim a.s dalam kobaran api yang sangat besar,
berubah wujudnya tongkat Nabi Musa menjadi ular dan lain-lain. “ini berbeda
dengan mukjizat Nabi Muhammad saw yang sifatnya maknawi tetapi dapat di fahami
akal. Karena sifatnya yang demikian, ia tidak di batasi oleh suatu tempat atau
masa tertentu. Mukjizat Al-Qur’an dapat di jangkau oleh setiap orang yang
menggunakan akalnya dimana dan kapanpun.
Perbedaan ini di sebabkan oleh dua hal pokok.
1. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikiran umatnya. Umat para Nabi
khususnya sebelum Nabi Muhammad membutuhkan kebenaran yang sesuai dengan
tingkat pemikiran mereka. Akan tetapi setelah manusia menanjak kedewasaan
berfikir bukti indrawi tidak di butuhkan lagi. Itulah Para Nabi sebelum Nabi
Muhammad saw di tugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu,
mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut. Ini berbeda
dengan Nabi Muhammad yang di utus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman
sengingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu ada dan kapanpun berada.
2. Sebabnya Nabi Muhammad saw, ketika di minta bukti yang
sifatnya demikian oleh mereka yang tidak percaya, beliau di perintahkan untuk
menjawab :
قُلْ سُبْحَان رَبِّي هل
كُنْتُ إِلاَّ بَشَرًا رسُوْلاً (الإسرإ: 93)
Artinya
:
“Katakan, Maha Cusi Tuhanku bukankah aku ini hanya
seseorang manusia yang menjadi rasul. “
C.
Segi-segi Kemukjizatan Al-Qur’an
Muhammad Ali Al-Shabuni dalam kitabnya al-Tibyan menyebutkan
segi – segi kemukjizatan Al-Qur’an sebagai berikut :
1. Susunannya yang indah, berbeda dengan susunan yang ada dalam bahasa orang –
orang Arab
2. Terdapat uslub yang unik yang berbeda dengan semua uslub
– uslub bahasa Arab
3. Ia mengandung sifat mungkin apa yang adadidalamnya bias dibuktikan pada
masa yang akan dating.
4. Bentuk undang – undang yang detail lagi sempurna melebihi setiap undang –
undang buatan manusia.
5. Menggambarkan hal – hal yang gaib yang tidak bisa diketahui kecuali dengan
wahyu.
6. Tidak bertentangan dengan pengetahuan – pengetahuan umum yang dipastikan
kebenarannya.
7. Menepati janji yang ada dalam Al-Qur’an.
8. Mengandung prinsip – prinsip ilmu pengetahuan didalamnya.
1. Susunan kalimat
Meskipun Al Qura’an, hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama keluar dari
mulut Nabi tetapi uslub atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub
bahasa Al Qura’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila di bandingkan dengan
lainnya. Al Qura’an muncul dengan uslub yang begitu indah. Di dalam uslub ada
pada ucapan manusia[12].
Dalam Al Qura’an, misalnya banyak ayat yang mengandung tasybih
(penyerupaan) yang di susun dalam bentuk bahasa yang sangat indah lagi
mempesona jauh lebih indah dari pada apa yang di buat oleh penyair dan
sastrawan. Contoh dalam surat Al-Qoeiah (101) ayat 5, Allah berfirman :
وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (القارعه: 5)
Artinya
“Dan
gunung-gunung adalah seperti bulu yang di hambur-hamburkan”. (Q.S. Al-Qoriah
,101:5)
Bulu yang di hambur-hamburkan ini sebagai gambaran dari gunung-gunung yang
telah hancur lebur berserakan bagian-bagiannya. Kadang kala Al Qura’an
menyerahkan untuk menyatakan bahwa ke dua unsure tasybih, yakni masyabbah (yang
di serupakan) dan musyabbah bin (yang di serupakan dengannya) itu mempunyai
sifat indrawi yang sama.
Dalam tasybih paling tidak harus ada musyabah dan musyabbah bih, kalau satu
dari ke dua unsur tersebut tidak ada atau di buang, maka ia bukan tasybih,
tetapi isti’arah. Dalam Al Qura’an banyak di dapati gaya bahasa berbentuk
isti’arah salah satu contohnya ialah :
قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي
وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنْ بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا (مريم:
4)
Artinya
:
“Ia
berkata, ya Tuhanku sesungguhnya tulangku telah lemas dan kepalaku telah di
tumbuhi uban dan aku belum pernah kecewa dalam berharap kepada Engkau ya
Tuhanku.(Q.S. Maryam, 19:4)
Menurut pakar ilmu Balaqhah, Al Qura’an selain menggunakan tasybih dan
isti’arah juga menggunakan majas (metapora dan matsal).
2. Hukum illahi yang sempurna
Al Qur’an menjelaskan pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-santun,
undang-undang, ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum
ibadah. Apabila kita memperhatikan pokok-pokok ibadah, kita akan memperoleh
kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkan serta meramunya
menjadi ibadah amaliyah, seperti zakat dan sedekah. Ada juga yang berupa ibadah
amaliyah sekaligus ibadah badaniyah, seperti berjuang di jalan Allah.
Tentang akidah Al Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan
tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang maha Agung, menyatakan adanya nabi dan
rasul serta mempercayai kitab samawi.
Dalam bidang undang-undang, Al Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah
mengenai perdata, pidana, politik, dan ekonomi. Adapun mengenai hubungan
internasional, al Qur’an telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna
dan adil, baik dalam keadaan damai maupun perang.
Al Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum[13].
a.
Secara global
Persoalan
ibadah umumya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan
kepada para ulama melalui ijtihad.
b.
Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang
berkaitan dengan utang-piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara
kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.
3.
Gaya bahasa
Gaya bahasa Al Qur’an membuat orang Arab pada saat itu merasa kagum dan
terpesona. Al Qur’an secara tegas menentang semua sastrawan para orator Arab
untuk menandingi ketinggian Al Qur’an baik bahasa maupun susunannya. Setiap
kali mereka mencoba menandingi, mereka mengalami kesulitan dan kegagalan dan
bahkan mencapat cemoohan dari masyarakat.
Diantara pendusta dan musyrik Arab pada saat itu yang berusaha untuk
menandingi ialah Musailimah Kadzdzab. Adapun tandingan di maksud adalah
kepalsuan kata-katanya sebagai berikut:
“Hai katak, anak dari dua katak. Bersihkan apa saja yang engkau bersihkan
bagian atas engkau dengan air liur dan bagian bawah engkau di tanah.”
“Gajah, apakah gajah itu taukah kamu apa gajah itu, ekornya seperti tongkat
dan belalainya panjang.”
“Demi kambing dan aneka warnanya, malangkah mengagumkan itamnya dan air
susunya. Demi domba yang hitam dan air susunya yang putih, sungguh hal ini
sangat mengagumkan, sesungguhnya diharamkan mencampurnya dengan kurma.”
Dan masih banyak tokoh-tokoh masyarakat Arab pada waktu itu yang ingin
menandingi kalam Allah itu, namun selalu mengalami kegagalan sehingga benarlah
Al Qur’an sebagai mukjizat.
4.
Berita tentang hal-hal yang gaib
Sebagian ulama mengatakan bahwa mukjizat Al Qur’an itu adalah berita-berita
gaib. Firaun, yang mengejar-ngejar Musa, diceritakan dalam surat Yunus (10)
ayat 92 Allah berfirman:
“Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahny dan sesungguhnya kebanyakan
dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan kami.”
Cerita peperangan Romawi dengan Persia yang dijelaskan dalam surat Ar-rum
(30) ayat 1-5 merupakan satu berita gaib lainnya yang disampaikan Al Qur’an,
Allah berfirman:
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat
dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi
Allahlah urusan sebelum dan sesudah mereka menang. Dan dihari kemenangan bangsa
Romawi itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Allah.
Dia menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah yang maha perkasa lagi
maha penyayang.
5.
Isyarat-isyarat ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al Qur’an misalnya:
a.
Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya
bulan merupakan pantulan sebagaimana yang dijelaskan firman Allah berikut:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya munzilah-munzilah 9tempat-tempat) bagi perjalan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus
(10): 5).
b.
Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana
diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Bukan
demikian, sebenarnya kami kuasa menyusun kembali jari-jemarinya dengan
sempurna.”
c.
Aroma/bau manusia berbeda-beda, sebagaimana
diisyaratkan firman Allah berikut:
“Tatkala
kafiah itu keluar (Dari negeri Mesir), ayah mereka berkata “Sesungguhnya aku
mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu
membenarkan aku).” (Q.S. Al-Baqarah (2): 23)
d.
Adanya nurai (super ego) dan bawah sadar manusia,
sebagaimana diisyaratkan firman Allah berikut:
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri meskipun dia
mengemukakan alasan-alasannya. (Q.S. Al-Qiyamah (75): 14)
e.
Masa penyusuan yang tepat dan masa kehamilan
minimal sebagai wara diisyaratkan firman Allah berikut:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makanan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (Q.S. Al-Baqarah (2):
233)
f.
Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan
napas, hal ini diisyaratkan oleh firman Allah berikut:
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,
niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama Islam) dan barang siapa
yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak
lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendekati langit. Begitulah Allah menimpakan
siksa kepada ;orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-An’am (6): 25).
6.
Ketelitian redaksinya
a.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Beberapa contoh, di
antaranya:
1.
Al-hayah (hidup) dan al-maut (mati),masing-masing
sebanyak 145 kali;
2.
An-naf (manfaat) dan Al-madharah (mudarat),masing-masing
sebanyak 50 kali;
3.
Al-har (panas) al-bard (dingin) masing-masing 4
kali;
4.
Ash-shalihat (kebajikan) dan as-sayyiat
(keburukan), masing-masing167
kali;
5.
Ath-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan
adh-dhiq (kesempitan/ kekesalan),masing-masing 13 kali;
6.
Ar-rabah (cemas/takut) dan ar-raghbah
(harap/ingin),masing-masing 8 kali;
7.
Al-kufr (kekufuran) dan al-iman (iman) dalam bentuk
definite, masing-masing 17 kali;
8.
Ash-shayf (musim panas) dan asy-syita (musim
dingin), masing-masing 1 kali
b.
Keseimbangan jumlah bilangan kata engan sinonimnya/makna
yang dikandungnya.
1.
Al-harts dan az-zira’ah (membajak/bertani),
masing-masing 14 kali;
2.
Al-‘usb dan adh-dhurur (membanggakan diri/angkuh),
masing-masing sebanyak 27 kali;
3.
Adh-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati
jiwanya),masing-masing 17 kali;
4.
Al-quran, al-wahyu dan al-islam (Al-quran, wahyu,
dan islam), masing-masing sebanyak 70 kali;
5.
Al-‘aql dan an-nur (akal dan cahaya), masing-masing
49 kali;
6.
Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata),masing-masing 16
kali; Ketelitian redaksi Alqur an bergantung pada hal berikut.
c.
Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya.
1.
Al-infaq (infaq) dngan ar-ridha
(kerelaan),masing-masing 73 kali;
2.
Al-bukhl (kekikiran) dengan al- hasarah
(penyesalan), masing-masing 12 kali,
3.
Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan
an-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran), masing-masing 32 kali;
4.
As-salam (kedamaian) dernagan Ath-thayybat
(kebajikan), masing-masing 60 kali
d.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan
kata penyebabnya.
1.
Al-israf (pemborosan) , dengan as-sur’ah
(ketergesaan), masing-masing 23 kali.
2.
Al- maw’izhah (nasehat/petuah) dengan al-lisan
(lidah), masing-masing 25 kali.
3.
Al- asra (tawanan) dengan al- harb (perang) masing-
masing 6 kali.
4.
As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat
(kebajikan) masing-masing 60 kali.
5.
As-salam (kedamaian) dengan ath-thayyibat
(kebajikan) masing-masing 60 kali di samping keseimbangan-keseimbangan
tersebut, di temukan juga keseimbangan khusus.
6.
Kata yaum; (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365
kali, sebanyak hari-hari dalam setahun, sedangkan kata hari yang menunjukkan
bentuk plural (ayyam) atau dua (yaumayni), berjumlah tiga puluh, sama dengan
jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti bulan (syahr) hanya
terdapat du belas kali sama dengan jumlah dalam setahun.
7.
Al-quran menjelaskan bahwa langit itu ada tujuh
macam. Penjelasan ini diulangi sebanyak tujuh kali pula, yakni dalam surat
Al-Baqarah (2) ayat 29, surat Al-isra’ (17) ayat 44, surat Al-Mu’minun (23)
ayat 86, surat Fushilat (41) ayat 12, surat Ath-Thalaq (65) ayat12, surat
Al-mulk (67) ayat 3, dan surat Nuh (71) aya 15. Selain itu, penjelasan tentang
terciptanya langit dan bumi dalam enam hari dinyatakan pula dalam 7 ayat.
8.
Kata-kata yang menunjukan kepada utusan Tuhan, baik
rasul atau nabi atau basyir (pembarwa berita gembira) atau nadzir (pemberi nada
pringatan), kesemuanya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah
penyebutan nama-nama nabi, rasul, dan pembawa beruta tersebut, yakni 518.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Dari segi bahasa I’jaz berasal dari kata a’jaza,
I’jaz yang berarti melemahkan atau memperlemah, adapun pengertian I’jaz itu
sendiri ialah ketidak mampuan seorang melakukan sesuatu.
2.
Macam-macam mukjizat di bagi menjadi dua yaitu :
a.
Mukjizat material yang bisa di jangkau lewat
masyarakat tempat mereka menyampaikan risalah.
b.
Mukjizat indrawi, mukjizat yang bisa di jangkau
oleh akal dan tidak di batasi waktu atau masa tertentu.
3.
Segi-segi kemukjizatan Al Qura’an ada 4 yaitu :
a.
Gaya bahasa
b.
Susunan kalimat
c.
Hukum Ilahi
d.
Berita tentang hal gaib
e.
Isyarat ilmiah
f.
Ketelitian redaksinya
4.
Adapun hikamah adanya I’jaz adalah :
a.
Menambahkan ketauhidan kepada Allah swt.
b.
Allah telah memberi pengetahuan kepada manusia yang
sebelumnya manusia tidak mengetahui.
c.
Allah memerintah manusia untuk selalu merenungkan
apa yang telah di berikan-Nya.
d.
Supaya manusia tidak sombong kepada sesame manusia
karena kekuasaan manusia tidak ada apa-apanya di banding kekuasaan Al-Qur’an.
DAFTAR
PUSTAKA
Usman,
Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009)
Manna
Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu Al Qur’an (terjemahan dari Mubahits
fi Ulumul Qur’an), (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004)
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al
Qur’an, (Bandung: Mizan, 1997),
M.Ali
al- Shabuni, Al-Tibyan fi’Ulum Al-Qur’an (Beirut: Dar al Fikr,
1985)
Subhi As-Shalih, Mahahits fi Ulum Al Qur’an, Dar Al-Ilm fi
Al-Malaya, (Beirut, 1988)
[1]
Mohammad Aly
Ash-Shabuny, Pengantar studi
Al-Qur’an (At-Tibyan), PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1984, hal. 98
[4] Manna
Khalil Al Qattan, Study Ilmu-ilmu Al Qur’an (terjemahan dari Mubahits
fi Ulumul Qur’an), (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004), hal.
371
[5]
Quraish Shihab, Mu’jizat Al-Qur’an
Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib, Cet. IX, Mizan,
Bandung, 2001, hal. 23
Komentar
Posting Komentar