Biografi K.H Djamaluddin Ahmad Tambakberas Jombang
BIOGRAFI
KH. DJAMALUDDIN ACHMAD
1.
Kelahiran
Beliau bernama Moh. Djamaluddin bin Achmad bin Hasan Mustajab
bin Hasan Musthofa bin Hasan Mu’ali. Lahir pada tanggal 31 Desember 1943 di
kampung Kedungcangkring Desa Gondanglegi Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk.
Ayah beliau bernama Achmad bin Hasan Mustajab dan ibunya bernama Hj Mahmudah /
Djumini (nama sebelum haji) binti Abdurrahman bin Irsyad bin Rifa’i. Beliau
adalah anak ketiga dari empat bersaudara, yaitu:
1.
Imam Ghozali yang meninggal pada
umur 6 tahun,
2.
Jawahir
3.
Moh. Djamaluddin
4.
Zainal Abidin.
2.
Masa Kecil
Di waktu kecil sebelum sekolah di SR (SD sekarang), Djamal
kecil senang tidur di rumah kakeknya dari ibu yang bernama Abdurrahman dan
neneknya yang bernama Ummi Kultsum binti K. Tamyiz Banten. Ini disebabkan karena kakek dan neneknya suka bercerita
tentang Nabi-Nabi dengan dilagukan tembang-tembang jawa, sampai sekolah di SR masih suka tidur di rumah kakeknya dan bila siang hari suka
mengikuti kakeknya.
Sekitar tahun 1952, Djamal kecil kalau malam hari mengaji di
pondok Selorejo Peduluhan Combre Desa Gondang legi, yang diasuh oleh K. Abu
amar. Dan suatu saat selama berbulan-bulan mengaji di tempat KH. Abdul Djalil
gondang legi, suatu saat lagi selama berbulan-bulan mengaji di KH. Abdul Ghofur
yakni adik dari neneknya sendiri. Semenjak dari usia itu diluar kegiatan
belajar, di sore hari suka memancing dan kalo malam hari sehabis mengaji sering
diajak teman-temannya yang sudah dewasa melihat wayang kulit, sehingga dari itu
beliau punya hasrat untuk belajar di pesantren karena diilhami dari nonton
wayang kulit yang kebetulan lakonnya adalah Raden Abimanyu yang berguru pada
eyangnya Begawan Abiyoso, karena dirasa
Raden abimanyu seperti santri dan Begawan Abiyoso seperti kyai yang memakai
serban yang selalu membawa tongkat dan selalu diikuti oleh seorang cantrik.
Setelah tamat SR, beliau ingin belajar di pondok pesantren
Tambakberas Jombang atas saran pamannya yang bernama Suhat, karena pamannya ini
belajar di sana dan khidmah di
rumah KH. Abdul Fattah. Diwaktu akan
berangkat ke pondok, beliau berpamitan kepada K. Abu Amar,
Kemudian Kiai Abu amar berwasiat; “Djamal, kowe nek mondok
niatmu opo ?"
Beliau menjawab “Dereng saget Mbah.” Kiai Abu Amar menjawab
“Kowe nek mondok ojo pisan-pisan niat dadi wong pinter, nanging niato golek
ilmu sing manfaat.”
Setelah berpamitan pada Kiai Abu amar, kemudian sowan kepada
KH. Abdul Ghofur yang berwasiat “Djamal ngertenono ilmu seng manfaat iku
contone koyok banyu, banyu kuwi ora demen manggon ing tanah kang duwur, neng demen
manggon ing tanah kang endek lan tanah kang ledok, tegese ilmu seng manfaat
kuwi mung seneng manggon ono ing ati kang andap asor lan toto kromo, mulane
mbeso’ kapan wes nang pondok bisoho dadi kesete santri.” Ketika berpamitan
kepada ibunya, ibunya merasa keberatan karena merasa tidak mampu memberikan
biaya untuk belajar di pondok, akhirnya selama 5 hari, setiap pagi beliau
menangis di telapak kaki ibunya untuk diberikan restu belajar di pondok
pesantren. Akhirnya ibunya memberikan restu juga dengan janji memberikan bekal
yang sangat minim. Pada waktu berangkat, seperti santri-santri yang lain,
beliau juga membawa beras, kelapa dan sedikit uang, berangkat dari rumah
diikuti oleh ayah dan ibunya menuju ke jalan raya untuk menunggu kendaraan,
mulai dari rumah sampai ke jalan raya selalu disertai tangisan dari kedua orang
tuanya lebih-lebih ibunya. Akhirnya sampailah beliau di pondok Tambakberas
Jombang, adapun bekal yang sangat minim tadi, setelah cukup untuk membayar
becak, persyaratan-persyaratan masuk pondok dan madrasah, uang itu habis
tinggal beberapa rupiah saja, untung dari rumah membawa beras dan kelapa
sehingga cukup untuk hidup beberapa bulan.
3.
MASA PENDIDIKAN
Beliau berangkat ke pondok pesantren Tambakberas Jombang pada
pertengahan 1956, masuk MI di kelas II dan dipertengahan tahun langsung masuk
kelas III. Karena pondok mulai membangun Madrasah Mu’allimin, maka murid kelas
I Mu’allimin diambil dari murid kelas VI MI, otomatis kelas V menjadi kelas VI,
kelas IV menjadi kelas V dan kelas II menjadi kelas III. Selama di Tambakberas
bekal beliau selalu kekurangan, pernah selama beberapa bulan terkadang sampai
setahun hanya memasak nasi dan untuk lauknya hanya merebus air yang diberi
garam, tumbar dan merica saja, terkadang dari ibunya disuruh membawa kedelai
dan tepung untuk membuat rempeyek di pondok dan jika sudah habis maka keadaan
akan kembali seperti semula, terkadang pula selama beberapa bulan hidup dengan
cara lain yakni kalau pagi membeli sepotong singkong rebus dan kolak kacang
hijau satu mangkok begitu pula di sore hari. Pada pagi hari yang kedua seperti
itu juga dan pada sore hari yang kedua membeli nasi satu piring dan minum air
kendi, Tapi ternyata itu semua belum cukup untuk memenuhi kebutuhan perutnya
sehingga bila malam tiba setelah jam 12 malam, ia mencari sisa-sisa intip nasi
yang masih tersisa di kendil masak.
Sekitar pertengahan tahun 1959 beliau tamat MI kemudian masuk
Mu’allimin. Pada pertengahan 1964 beliau tamat Mu’allimin lebih cepat karena
dari kelas III beliau langsung masuk kelas V. Diwaktu masih duduk di kelas III,
beliau sudah diperintah KH. Fattah untuk mengajar di Madrasah Wajib Belajar
(MWB) di lingkungan pondok Tambak beras juga, adapun murid-muridnya pada waktu
itu adalah; Luthfi Arif, Ansori Shehah, Lahnan, Shohib dan lain-lain. Disamping
mengajar di MWB beliau juga mengajar di pondok putri Al-Fathimiyyah dan pondok
putra (pondok induk sekarang) yakni di komplek Pangeran Diponegoro.
Pada waktu kelas V beliau dipercaya oleh kepala sekolah
Mu’allimin yang waktu itu dijabat oleh KH. Ahmad Al Fatih sebagai ketua OSIS,
dan dipercaya oleh pengurus pondok pesantren
sebagai ketua Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadz, dan dipercaya oleh pelajar
pesantren sedaerah kediri yang berdomisili di PP. Tebuireng, Sambong, Denanyar
dan Tambakberas sebagai ketua Orda yang bernama IKPK (Ikatan Keluarga Pelajar
Kediri).
Begitu tamat dari Mu’allimin, beliau diambil menantu oleh KH.
Fattah mendapatkan putrinya yang bernama Churriyyah yang masih kelas I
Mu’allimat.
Pada akhir tahun 1964 beliau mempunyai keinginan untuk pindah ke pondok Lasem, namun
masih belum tahu kepada kyai siapa, karena banyaknya kyai disana. Kemudian
beliau beristikhoroh, pada istikhoroh pertama beliau melihat sebuah jeding dan
musholla, lalu beliau mengambil air wudlu dan sholat dluha di musholla
tersebut. Sesampainya di Lasem ternyata beliau menemukan bahwa itu adalah
pondok Al- Wahdah yang diasuh oleh KH Baidlowi bin Abdul Aziz, seorang kyai
yang ‘arif billah yang pada waktu itu menjadi Ro’is Thoriqoh se-Indonesia. Pada
istikhoroh kedua, beliau merasa naik kendaraan yang berjalan begitu jauh yang
kemudian turun di pasar, lalu beliau berjalan kaki turun ke jurang terus naik
ke gunung, turun ke jurang lagi lalu naik ke gunung lagi, ternyata di atas
gunung itu ada sebuah Masjid, beliau masuk masjid itu terus langsung sampai ke
jerambahnya, waktu memandang ke timur tampak sebuah pondok yang banyak
kamarnya, begitu pula waktu memandang ke barat dan utara, dan ketika memandang
ke selatan tampak pemandangan yang bebas. Ternyata itu adalah sebuah pondok
yang diasuh oleh Kiai Asy’ari Poncol Salatiga, sifat-sifat pondok itu persis
seperti dalam mimpi. Pondok yang ditempati para santri berada di timur, barat
dan utara masjid, sedang di selatan masjid terdapat sebuah sawah yang luas
sekali sejauh mata memandang. Di pondok ini belajar mengaji setiap bulan
Jumadil akhir mulai dari tahun 1967, 1968 dan 1969. yang dikajikan adalah
kitab-kitab Bukhari Muslim dan Dala’ilul Khoirot disamping juga ijazah-ijazah
yang lain.
Dipondok Salatiga itu pondoknya yang tetap di Lasem itu mulai
tahun 1965 sedangkan pondok poncol salatiga hanya pada bulan Jumadil akhir
saja. Setelah ada kepastian akan mondok di poncol salatiga, beliau berpamitan
kepada KH Fattah, namun oleh beliau di suruh menunggu sejenak kurang lebih
setahun, karena Kiai Fattah beserta Ibu Nyai mau berangkat haji. Awal tahun
1965 beliau baru berangkat ke Lasem dengan diantar adiknya yang bernama Zainal
Abidin. Perjalanan Jombang-Lasem memakan waktu 2 hari 2 malam karena sulitnya
kendaraan disebabkan adanya peristiwa G 30 S PKI.
Setelah satu tahun di Lasem, beliau dipercaya oleh
santri-santri dari Madura dan Jatim yang ada di pondok Al-Ikhlas (Syaikh
Masduqi Lasem), Al-Hidayah (Syaikh Ma’shum), serta pondok Al-Wahdah (KH.
Baidlowi) untuk mendirikan organisasi santri yang disebut PUTRA SUNAN AMPEL,
yang kegiatannya meliputi:
1.
Bahtsul Masa’il
2.
Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadz
3.
Jam’iyyah Dziba’iyyah
4.
Olahraga yang berupa; Badminton,
Volly Ball, Pencak Silat juga atraksi kekebalan tubuh.
Pada tahun 1967 beliau dipercaya oleh santri-santri Al-
Wahdah menjadi ketua pondok, disamping itu banyak juga yang meminta ngaji,
tidak tanggung-tanggung yang meminta ngaji adalah para kyai, seperti: Kiai
Sulaiman yang mondoknya di Al-Ikhlas, minta ngaji Al-‘Arudl, Gus Abdul Halim
(putra Kiai Muslim Kempek Cirebon), Gus Masyhadi putra (Kiai Harun Cirebon),
Gus Nur, Gus Muhlisun dari Watu congol Magelang yang minta ngaji ‘Uqudul Jinan,
disamping juga dari para santri Al-Wahdah yang meminta ngaji Riyadlus Sholihin
dan ‘Idatul farid, begitu pula santri-santri dari pondok-pondok lain.
Selama kurang lebih 3 tahun mondok di Lasem, beliau tidak
pernah pulang ke rumah, suatu hari setelah ‘ashar beliau mendapat surat dari
ibunya yang isinya “Djamal muliho aku wis kangen.” Beliau menangis karena waktu
itu beliau sudah berencana dan menabung untuk mondok di Mranggen Demak yang
diasuh oleh KH. Muslih bin Abdurrahman untuk khataman kitab Al-Mahalli.
Pada waktu itu semua pakaian, kitab-kitab dan koper telah
disiapkan, karena besoknya akan berangkat ke Demak. Beliau hanya bisa menangis
karena satu sisi dia ingin mengaji dan disisi lain harus patuh pada ibunya.
Akhirnya beliau sowan pada Kiai Baidlowi tanpa mengatakan apapun dan hanya
menangis saja, tanpa bertanya Kiai Baidlowi berkata: "Cung, anak iku sing
apik manut wong tuo.” Setelah sowan beliau langsung pulang, sampai di Jombang
malam hari jam 11, terpaksa menginap di kamar pondok dan tidak sowan KH. Fattah
karena takut akan diakadi sebab sebelum berangkat ke Lasem, beliau sudah positif
diambil menantu namun belum akadan karna
permohonan keluarga Nganjuk agar menyelesaikan dulu menuntut ilmu di pondok
pesantren.
Ternyata kepulangan beliau diketahui oleh Kiai Fattah dan Ibu
Nyai Fattah yang ketika itu disertai ibu nyai Iskandar, kemudian Ibu Nyai
Fattah berpesan, oleh karena akhir bulan Sya’ban itu akan diadakan Haflah Akhir
Sanah (Imtihan), maka keluarga Gondang legi beserta ayah ibu beliau dan
saudara-saudaranya diundang agar datang ke Tambakberas, akhirnya pada
pelaksanaan Akhirus Sanah, seluruh
keluarga Gondanglegi menghadiri dan pulang keesokan harinya, namun beliau oleh
Kiai Fattah tidak boleh pulang dulu seraya berkata kepada keluarga Gondang legi
“Djamal kersane kentun rumiyen.”
Kira-kira keluarga masih ditengah perjalanan, beliau
dipanggil oleh Kiai Fattah dan berkata “Djamal engko bengi kowe ta’ akadi,
Mumpung mbah Bisri isih sugeng, lan iki duit kanggo mas kawin.” sambil
mengambil uang Rp 1.000,- tanpa amplop dan dimasukkan ke dalam sakunya. Setelah
sampai di kamar beliau menangis karena merasa bingung, satu sisi ayah dan ibu
menghendaki akad nikah setelah selesai belajar di pondok dan disisi lain
gurunya menghendaki dipercepat, dua hal yang bertentangan ini kemudian dipikir
secara mendalam dan beliau ingat akan pelajaran guru akhlaq ketika masih di
rumah yang pada waktu itu mengaji kitab Al-Mathlab bab akhlaq yakni apabila
terjadi perbedaan pendapat antara guru dan orang tua maka yang harus
didahulukan adalah guru. Akhirnya setelah itu beliau-pun siap untuk diakadi
malam itu, akan tetapi karena tidak punya baju yang layak maka beliau-pun
pinjam jas dari teman pondok yang bernama Afifuddin dari Magelang.
Waami'na wa atho'na..
BalasHapusAdem sampai di relung2 hati kalau mendengarkan dan meresapi hikayat thoriqoh yang disampaikan Pak Kyai Jamal, semoga Pak Kyai selalu dianugerahi rahmat oleh Gusti Allah, aamiin....
BalasHapusinnalillahi wa inna ilaihi rojiun🙏🙏🙏
HapusPonpes Tambak Beras Jombang berduka, 24/2/2022 .
HapusSubkhanalloh.....kalo ceramah tidak pernah menyinggung golongan mana pun dan kelompok manapun.....lindungi dia ya Alloh......
BalasHapusHati saya tersiram cahaya dari ceramah2 nya walau lewat youtube.andai bisa berjumpa ingin saya minta ridlonya atas ilmu yg saya dapat,supaya tersambung ke rosululloh
BalasHapusSalam ta'dim dumateng Yai Jamal
BalasHapusNangis kulo maos biografi kyai jamal..mugi saget ngada keturunan kados ngenten
BalasHapusMudah2han pak KH Jamaludin sllu di berikan kesehatan amin,
BalasHapusMbah yai, tutur katanya sangat lembut,sangat menjaga adab tidak mengecilkan dan sangat berakhlak mulia
BalasHapusAllohumma sholli wa sallim ala sayyidina muhammad
BalasHapusAlkhamdulillah, msh istiqomah kh.jamal tausiyah panjenengan tetep kulo agem ila yaumil qiyamah,tausiyah yg santun dan berkata yang khaq,&tidak pernah menyingung hati dan golongan manapun itulah mursyd yg lillahitaala,amin amin yarobbalalamin
BalasHapusKiai2 hebat dimanapun pasti taat dan takdim pada gurunya. Inilah tipologi kiyai salaf yg selalu menjaga sanad hingga bertemu dg Rasulullah Saw. Saya pernah makan bareng bersama pk yai Jamal dikediaman beliau kimplek ponpes Al muhibbin bak beras, bercengkrama lama kira2 3jam lebih, semoga beliau tetap sehat demi umat amin.
BalasHapusSaya selalu mendengarkan kajian al hikam Ky sampai di masuk dalam relung2 hati kalau mendengarkan dan meresapi hikayat thoriqoh yang disampaikan Pak Kyai Jamal, semoga Pak Kyai selalu dianugerahi rahmat oleh Gusti Allah, aamiin.... barokallah yai.. izin
BalasHapusSubhanallooh
BalasHapusMbah yai ...mohon ijin saya ikut ngaji krn Allah swt, walau lewat yootube..ijinkan mbah yai sy jadi murid mbah yai..semoga mbah Yai sll sehat dan berkah....Akhmad Sonhaji ..dr Bekasi Jawa Barat..Aamin
BalasHapus😍 alhamdulillah saget nyantri dateng yai djamal.
BalasHapusMelu ngaji minta alamat tempat ngaji nya dong, trus tiap hari apa n jam brpa,,
BalasHapusTrimakasih yg buat jwb,,
081259019639
Pongout_ask@yahoo.com
Matur suwun 😊
Banyak sekali ilmu yang saya pahami melalui Tausiyah yang di sampaikan oleh KH.Jamaludin Ahmad.dalam rangka kajian kitab Al.Hikam....Smoga beliau selalu di berikan kesehatan....trima kasih🙏🙏🙏
BalasHapusAlhamdulillah
BalasHapusRasanipon kados bangga dados tiyang gondanglegi 🥰
BalasHapusSugeng tindak Abah... Mugi2 kita diakui dados santri beliau
BalasHapusSugeng tindak Abah yai,
BalasHapusKami sangat kehilangan.
Mugi2 kiita diakui sbg santri beliau
Sugeng kundur Yai.... Allohummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu waakrim nuzulahu wawassi' madkholahu waj'alil jannata matswahu... Amin...
BalasHapusInnalillahi Wa inna ilaihi raji'un.. Husnul khotimah mbah Kyai... Ngajinya yg menyejukan hati, krn pituutur beliau yg lembut. Walaupun hanya bisa mendengarkan lewat radio atau youtube n belum pernah berjumpa... Al-fatihah...
BalasHapusSetiap hari saya mendengarkan pengajian beliau kitab hikam meskipun lewat siaran radio masjid jami' kota malang,,dengan pengajian beliau menambah wawasan saya,,sehingga terasa bagaikan disirami hati ini,,shg terasa tenang dan damai,,shg sedikit sedikit bisa belajar cara mendekatkan diri kpd Alloh,,sedikit demi sedikit belajar menata hati dan berusaha melawan hawa nafsu,,matur nuwun Yai,,dgn barokah panjenengan mk Alloh memberikan pencerahan hati,,sugeng kundur yai,,.saya yakin panjenengan di jemput Kanjeng Nabi Muhammad SAW ,,smg Alloh menerima sgl amal ibadah panjenengan,,smg Alloh menambah Rahmat dan NikmatNya,,dan mengangkat derajat panjenengan di sisi Alloh SWT,,aamiin
BalasHapusInnallllahi,KH Djamaluddin,
BalasHapusAlfaatihhah...
Smpe skrg tiap malam sy msh menngikuti pengajian beliau di radio pradaya tuban fm94,6.
meskipun itu siaran ulang.
Sugeng kundur Yai Djamal