Thesis Bab 1
A.
Judul Thesis
Model
pembelajaran bahasa arab di Pondok pesantren salaf, semi salaf dan modern
(Study kasus beberapa pondok pesantren di jombang)
B.
Latar Belakang
Sumber pokok
pengajaran agama islam adalah Al-Quran dan Hadist. Pada masa awal perkembangan
islam, Nabi Muhammad SAW telah menjadikan Al-Quran sebagai
sumber belajar pendidikan agama islam di samping sunnah beliau sendiri (hadist)[1].
Dengan demikian Al-Quran menjadi rujukan pertama dalam menyeleseikan persoalan
agama islam, kemudian baru Al-Hadist yang berada pada urutan kedua sebelum
Ijma’ para Ulama’. Di Pondok Pesantren merupakan tempat belajar Al-Quran dan
hadist para santri dengan sanad yang sambung kepada baginda Muhammad SAW serta
untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran islam, sekaligus mencetak
kader-kader ulama’ dan da’I dengan asuhan para Kyai.
Pada dasarnya pendidikan tidak terlepas kaitannya dengan unsur psikologi,
sebab
pendidikan
adalah menyangkut
perilaku manusia itu sendiri, yakni mendidik yang berarti merubah
tingkah
laku anak
menuju kedewasaan.
Oleh sebab itu proses belajar mengajar selalu dikaitkan dengan perubahan perilaku
anak[2]. Pendidikan dapat juga disebut sebagai proses interaksi antara
pendidik dan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan,sama juga dengan
pondok pesantren, bahwa di pesantren proses belajar mengajar yang dilakukan
Kyai pada santrinya dengan menggunakan pembelajaran-pembelajaran seperti
sorogan, bandongan dsbg, semua itu merupakan suatu proses dari belajar mengajar
juga. Semua itu merupakan upaya Kyai untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran
di pesantren. Pada dasarnya metode seperti sorogan atau bandongan
merupakan
pemilihan
dan penetapan strategi
pembelajaran yang
optimal guna
mencapai pemerolehan
belajar
sesuai
dengan
tujuan
pembelajaran yang telah
ditetapkan. Dalam kaitan ini, strategi penyampaian pembelajaran yang tetap merupakan salah satu
alternatif untuk
meningkatkan kualitas
pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif
dan efisien.
Dalam pendidikan ada istilah
pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu
proses sistematik yang meliputi banyak komponen, antara lain guru, siswa, interaksi, kurikulum, materi pelajaran, silabus, serta
sumber belajar. Pendidikan dan pengajaran bukanlah
sesuatu yang terjadi
secara kebetulan, melainkan adanya kemampuan dari guru yang memiliki dasar-
dasar
mendidik dan mengajar yang baik.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang
religius, Islami dan merupakan salah satu lembaga pendidikan
tertua di Indonesia. Pada awal didirikannya,
Pondok pesantren memiliki karakteristik unik
dibanding lembaga-lembaga pendidikan lainnya,
dan karekateristik ini tidak dimiliki oleh lembaga
pendidikan lain selain pesantren. Jika ada pun, itu hanya
merupakan hasil adopsi dari lembaga pendidikan Pesantren.
Keunikan lain yang dimiliki pesantren adalah dalam
sistem pembelajarannya yang masih tetap mempertahankan
sistem pendidikan tradisional, walaupun keberadaan
tipologi pesantren pada saat ini telah mengalami perubahan,
sehingga ada yang dinamakan pondok pesantren
salaf dan pesantren khalaf .[3]Pengajaran
kitab-kitab klasik dalam upaya penggalian khazanah
budaya Islam adalah salah satu satu unsur yang
terpenting dari keberadaan sebuah pesantren, dan
yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya[4].
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional tidak dapat diragukan lagi peranannya sebagai pusat
transmisi dan desiminasi ilmu-ilmu keislaman, terutama yang bersifat
kajian-kajian klasik. Maka pengajaran “kitab-kitab kuning” telah menjadi
karakteristik yang merupakan ciri khas dari proses belajar mengajar di pesantren.
Oleh karena itu seorang santri yang telah tamat belajarnya di pesantren
cenderung memiliki pengetahuan bahasa Arab meskipun sulit berbicara bahasa
arab. Hal ini menjadi ciri khas seorang santri yang telah menyelesaikan
studinya di pondok pesantren, yakni mampu memahami isi kitab dan sekaligus juga
mampu menerapkan bahasa kitab tersebut menjadi bahasanya[5].
Mujamil Qomar menyebut bahwa dahulu pesantren berfungsi sebagai
pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam yang bergerak saling menunjang. Kini
pesantren ternyata lebih populis dan peka terhadap program-program pembangunan
pemerintah maupun masalah-masalah sosial yang menjadi sasaran konsentrasi masyarakat[6].
Namun sejauh ini pesantren-pesantren yang mashur disebut pesantren salaf masih
tetap melestarikan model khas pembelajaran bagi santrinya[7].
Keunikan pembelajaran di pesantren dimaksud tidak mengurangi
kualitas output santrinya dalam kemahiran membaca teks berbahasa Arab, terutama
kitab-kitab klasik[8].
Sementara itu kemampuan membaca dan memahami teks berbahasa asing dipandang
sebagai ketrampilan bahasa yang sangat penting, karena dapat membuka kesempatan
bagi si pembaca untuk dapat mempelajari komponen lain dalam bahasa asing
tersebut, misalnya : kosa katanya, kaidah bahasanya, pelafalannya, serta
cara-cara bagaimana menyusun kalimat dengan bahasa asing yang dimaksud[9].
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan
cara nonklasikal, dimana seorang kyai mengajarkan ilmu agama islam kepada
santri-santri berdasarkan Kitab-Kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh
Ulama, dan para santri biasanya tinggal di Pondok (asrama) dalam Pesantren
tersebut[10]. Kemudian secara antropologi social Dhofier menyebutkan lima elemen
bagi lembaga pendidikan tradisional atau yang disebut Pesantren ini yaitu
adanya Pondok, masjid atau mushola, santri, pengajaran Kitab-Kitab kuning, dan
Kyai yang menjadi panutan bagi para santri.
Sementara itu,
yang menjadi ciri khas Pesantren dan sekaligus menunjukkan unsur-unsur pokoknya, yang membedakannya
dengan lembaga lainnya yaitu : Pondok
Merupakan tempat tinggal kyai dan para santri, Masjid atau Mushola sebagai
pusat ibadah dan kegiatan belajar para santri seperti mengaji Al-Quran, Hadist
dan Kitab-Kitab klasik. Santri yang juga merupakan unsur pokok dalam Pesantren
serta Kyai yang merupakan tokoh sentral dengan memberi pengajaran Kitab-Kitab
kuning karangan ulama’ terdahulu mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama
islam dan bahasa arab, inilah unsur yang membedakan Pesantren dengan lembaga
yang lainnya.[11]
Yang menarik dalam pesantren ialah disana memiliki ciri-ciri khusus dan Umum
yang tidak ada disekolah-sekolah formal, dipesantren juga diajarkan melatih
kesabaran serta kehidupan dengan sesama manusia, supaya menjadi makhluk yang
hablum minAllah serta hablum min An-Nas.
Ciri-ciri
secara umum Pondok pesantren ditandai dengan adanya:
1.
Kyai, sebagai tauladan yang
biasanya juga sebagai pemilik suatu pesantren yang ditempati para santri.
2.
Santri, yaitu yang belajar dari
kyai[12],
baik yang menetap dipesantren maupun pulang (sntri kalong).
3.
Pondok pesantren atau Asrama,
sebagai tempat tinggal para santri dimana Masjid atau Mushola sebagai pusatnya
4.
Adanya pendidikan dan pengajaran
agama melalui sistem pengajian (weton, sorogan, dan bandongan), yang
sekarang sebagian sudah berkembang dengan sistem klasikal atau madrasah, ada
juga yang memberikan nama pengajian kitab kuning, namun bahasa asing menjadi
prioritas utama untuk dilakukan.
Zamakhsyari
Dhofier, (1982:44-45) mengatakan, ada lima unsur pondok pesantren yang melekat
atas dirinya yang meliputi: masjid, pondok, pengajaran kitab-kitab Islam
klasik, santri dan kiai[13].
Dalam Realitanya ada lima (5) istilah jawa yang
dominan digunakan dipesantren yaitu: santri, kiai, Kitab klasik, Pondok dan
Masjid.
1.
Santri
Kata santri
yang digunakan untuk menunjuk peserta didik di pesantren berasal dari bahasa
jawa “cantrik” yang berarti seseorang yang selalu mengikuti ustadz kemana pun
pergi. Seorang cantrik mengikuti ustadz kemana saja untuk mempelajari ilmu yang
dimiliki sang ustadz[14].
2. Kiai
Didunia pesantren dikenal kiai dan ustadz bantu. Kiai dipahami sebagai pemilik dan pengasuh pondok pesantren yang bertugas mengajarkan
pelajaran-pelajaran agama, baik yang pokok maupun tambahan. Diantara yang pokok
adalah tauhid, fikih dan akhlak. Sedangkan ustadz bantu biasanya santri yang
sudah menempuh pedidikan lama menggantikan sang kyai saad uzur atau halangan. Selain
mengajar ustadz bantu juga menyediakan kebutuhan harian santri, serta
menempatkan santri baru[15].
3. Pondok
Dari segi
fungsinya, sistem pondok sebagai tempat tinggal para santri sesungguhnya
merupakan komponen penting dari tradisi pesantren salafiyah, bahkan menjadi
penopang utama bagi pesantren untuk dapat terus berkembang. Dengan sistem
pondok ini, para santri merasa terjamin ketersediaan asrama, sehingga mereka
tidak merasa kesulitan dari segi tempat tinggal untuk tidur dan istirahat.
4.
Masjid atau Mushola
Bagi pondok
pesantren, masjid atau mushola tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah
sebagaimana pada umumnya. Akan tetapi juga berfungsi sebagai tempat
belajar, mendidik para santri. Karena itu masjid merupakan komponen yang tidak
dapat dipisahkan dari pesantren. Secara historis masjid merupakan transformasi
dari lembaga pendidikan Islam salafiyah.
5.
Pengajian Kitab Islam klasik
Pengajian
kitab-kitab Islam klasik atau yang biasa disebut kitab kuning di pesantren
sebenarnya sebagai upaya mentransfer literatur-literatur Islam klasik dan
sarana membekali para santri dengan pemahaman warisan keilmuan masa lampau atau
jalan kebenaran menuju kesadaran erotis ihwal status kehambaan/ubudiyah di
hadapan Allah[16].
Istilah lain yang kerap berhubungan dengan pesantren salafiyah
yakni ngaji atau njenggoti, biasa disebut juga dengan
“ngabsahi”. Kata “ngaji” digunakan untuk menunjuk kegiatan santri dan kiai
dipesantren, yang berasal dari kata “aji” berarti terhormat dan mahal. Kata
“ngaji” biasanya digandengkan dengan kitab:”ngaji kitab” diartikan sebagai
kegiatan santri pada saat mempelajari kitab yang berbahasa Arab. Oleh karena
banyak yang belum mengerti bahasa Arab maka kiai menerjemahkan kata perkata
dengan menggunakan bahasa Jawa. Para santri mengikuti dengan cermat terjemahan
sang kiai dan mereka mencatat nya di bawah lafadz yang dibacakan oleh kyai
biasanya disebut dengan Arab pegon. Disebut njenggoti karena
menggantung seperti janggut pada kata yang diterjemahkan[17],
kalau dalam Pesantren modern kebanyakan kesehariannya di prioritaskan berbahasa
asing, seperti bahasa arab, bahasa inggris bahkan bahasa mandarin supaya
lulusan pondok modern tersebut bias Go Internasional.
Sedangkan ciri
secara khusus ditandai dengan sifat kharismatik dan suasana kehidupan keagamaan
yang mendalam. Kedua ciri ini masuk kedalam lima klasifikasi pondok pesantren.
Kelima klasifikasi pesantren ini adalah:[18]
1.
Pondok pesantren salaf/klasik:
yaitu pondok yang didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf
(weton dan sorogan), dan sistem klasikal (madrasah) salaf[19].
2.
Pondok pesantren semi berkembang:
yaitu pesantren yang didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf, sistem
klasikal swasta dengan kurikulum 90% agama dan 10% umum[20].
3.
Pondok pesantren berkembang: yaitu
pesantren yang kurikulum pendidikannya 70% agama dan 30% umum[21].
4.
Pondok pesantren khalaf/modern:
yaitu pesantren yang sudah lengkap lembaga pendidikannya, antara lain adanya
diniyah, perustadzan tinggi, bentuk koperasi, dan
dilengkapi takhasus (bahasa arab dan inggris)[22].
5.
Pondok pesantren ideal: yaitu pesantren
modern yang dilengkapi dengan bidang ketrampilan meliputi pertanian, teknik,
perikanan, perbankan. Dengan harapan alumni pesantren benar-benar
berpredikat khalifah fil ardli.[23]
Pembahas
melakukan pengamatan langsung pada pesantren tersebut dan juga dengan melalui
wawancara para alumni-alumninya. Modernisasi dalam pendidikan Islam merupakan
pembaharuan yang terjadi dalam pondok pesantren. Setidak-tidaknya dapat
menghapus image sebagian masyarakat yang menganggap bahwa pondok pesantren
hanyalah sebagai lembaga pendidikan tradisional saja. Kini pesantren disamping
berkeinginan mencetak para ulama juga bercita-cita melahirkan para ilmuwan
sejati yang mampu mengayomi umat dan memajukan bangsa dan negara.
Adapun yang
dinamakan pesantren modern adalah pesantren yang melakukan pembaharuan
(modernisasi) dalam sistem pendidikan, kelembagaan, pemkiran dan fungsi[24].
Pelopor dari pesantren modern adalah Pondok Modern Gontor. Pondok inilah yang
secara sistematis dan bertahap memperkenalkan suatu sistem baru bagi dunia
pesantren sehingga dengan reformasi sistem ini maka pesantren tidak hanya
disukai oleh kalangan masyarakat pedesaan tapi juga mulai menarik masyarakat
urban/perkotaan untuk menyekolahkan dan mengirimkan anak-anaknya untuk dididik
dan di asuh di bawah bimbingan kyai di pesantren. Sistem yang diberlakukan
pesantren modern membuat masyarakat yang selama ini agak sinis menjadi bangga
dengan pesantren. Karena komodernan yang ditonjolkan tidak hanya sekedar jargon
dan simbol-simbol belaka, tapi juga mencakup implementasi dari nilai-nilai
modern yang hakiki dan islami.
Namun demikian,
beberapa unsur yang menjadi ciri khas pondok pesantren modern adalah sebagai
berikut:
a.
Penekanan pada percakapan bahasa
Arab
b.
Memakai buku-buku literatur bahasa
Arab kontemporer (bukan klasik/kitab kuning)
c.
Memiliki sekolah formal di bawah
kurikulum Diknas dan/atau Kemenag dari SD/MI MTS/SMP MA/SMA maupun sekolah
tinggi.
d.
Tidak lagi memakai sistem pengajian
tradisional seperti sorogan, wetonan,
dan bandongan.
Kriteria-kriteria
di atas belum tentu terpenuhi semua pada sebuah pesantren yang mengklaim
modern. Pondok
Modern Gontor, inventor dari istilah pondok modern, umpamanya, yang ciri
modern-nya terletak pada penggunaan bahasa Arab kontemporer (percakapan) secara
aktif dan cara berpakaian yang sedikit meniru barat. Tapi, juga memiliki
sekolah formal yang kurikulumnya diakui oleh pemerintah.
Pondok
pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Paculgowang terbilang salah satu pondok tertua di
daerah Jombang. Pondok ini pertama kali didirikan oleh KH. Alwi pada tahun
1885. Pondok ini lahir didasari keinginan yang kuat untuk mempertahankan ajaran
Islam dan rasa patriotisme yang tinggi dari pendirinya. Kenapa demikian,
masalahnya Kyai Alwi yang berasal dari Klaten Jawa Tengah itu pada masa mudanya
benci terhadap penjajah yang menyengsarkan kehidupan rakyat, yang akhirnya membuat
hati pemuda Alwi berontak dan tidak puas terlebih setelah munculnya
undang-undang tanam paksa yang diterapkan pemerintah Belanda yang bertujuan
mengeruk kekayaan bumi Indonesia. Bermula dari surau yang kecil, Beliau mulai
berda’wah kepada para penduduk desa tersebut untuk dididik ajaran agama islam.
Dengan tekun dan telaten Beliau memberikan pelajaran kepada penduduk yang
menjadi muridnya. Disamping Ilmu agama yang mumpuni dan didukung oleh sikap dan
keperibadian yang luhur maka semakin banyaklah penduduk yang menitipkan
putra-putrinya untuk dididik dan diberi pelajaran ilmu agama. Murid-murid
Beliau pun tidak terbatas dari desa Paculgowang saja Tetapi juga dari desa
lainnya bahkan juga dari daerah asal Beliau yaitu Klaten Jawa Tengah. Hadrotus
Syekh KH. Manshoer Anwar dilahirkan pada tanggal 20 Sya’ban 1325 H / 1907 M. Di
dusun Paculgowang Diwek Jombang. Ketika itu ayahandanya Al Maghfurlah KH. Anwar
Alwi telah mengasuh pondok pesantren. Kelahiran beliau di tengah-tengah
keluarganya disambut dengan rasa syukur kehadirat Allah S.W.T. yang telah
menganugrahkan seorang bayi yang mungil dan lucu yang kemudian diberi nama
Abdul Barr. Beliau adalah putera keempat dari pasangan KH. Anwar Alwi dengan
Nyai Hj. Khodijah yang berjumlah dua belas : 1. Noer 7. Azizah 2. Mabrur 8.
Rumanah 3. Abdul Halim 9. Bariyyah/Robi’ah 4. Abdul Barr 10. Amjad 5. Afifah
11. ‘Alie 6. As’ad/KH. Mahfudz 12. Pada kenyataannya sedikit sekali pesantren
yang mampu mempertahankan ciri kesalafannya secara total. Padahal pesantren
salaf masih sangat dibutuhkan, mengingat keberhasilannya dalam membina
penguasaan kitab kuning yang masih belum tergantikan. Mempertahankan kesalafan
adalah tugas yang berat mengingat animo masyarakat mulai berkurang dan
cenderung meninggalakan pondok pesantren salaf ini, sambil menduga bahwa
pesantren salaf “tidak bisa memberikan jaminan bagi masa depan” Bisa jadi
sebuah pesantren salaf akan kehilangan santrinya, pondok pesantren ini
memelihara budaya salafi, dengan ciri khas bangunannya yang masih bangunan klasik,
tidak menyediakan TV, Internet dan
lain-lain. Di pondok pesantren ini model pembelajaran bahasa arabnya
menggunakan metode klasik, yaitu dengan membiasakan para santri untuk membaca
kitab kuning bahkan menejemahkannya menggunakan kamus-kamus yang lengkap seperti
Al-Munawwir, Al-Munjid Ath-Thulab, Al-Bishri, Al-Kamal, Dll baik itu menerjemah
kitb klasik atau kitab modern, karena dengn terbiasa akan membuat para santri
lebih semangat belajar bahasa arab serta lebih cepat memahaminya[25].
Pondok Pesantren Bumi Damai Al
Muhibbin adalah salah satu unit dari Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Tambakberas Jombang yang didirikan oleh KH. Moh. Djamaluddin
Ahmad, beliau adalah salah satu menantu dari alm. KH. Abdul Fattah
Hasyim, pendiri Madrasah Mu’allimin Mu’allimat. Pada awalnya dengan bermodalkan
sebidang tanah pemberian dari mertua, beliau membangun rumah yang cukup
sederhana dan sebuah kamar di bagian depan. Selang beberapa waktu mulai datang
santri yang berkeinginan untuk ikut mengabdi pada beliau, dan lama kelamaan
kamar tersebut tidak lagi cukup menampung para santri, untuk itu beliau membuat
local kecil dengan ukuran 4 x 6 m2. Seiring dengan bertambah pesatnya jumlah
santri Pondok Pesantren Bahrul Ulum, semakin banyak pula santri yang
nyantri pada KH.M. Djamaluddin Ahmad, dan dalam waktu singkat kamar yang ada
tridak dapat mampu lagi menampung santri, untuk itu beliau membangun asrama
dengan membuat dua lokal diatas rumah beliau dan satu lokal di lantai bawah,
dan mulai saat itulah beliau memberi nama asrama ini dengan nama "Al
Muhibbin". Karena lokasi yang ada di lingkungan Pondok Induk
Bahrul Ulum dirasa sempit sehingga tidak memungkinkan lagi untuk
mengembangkan asrama guna menampung jumlah santri yang semakin lama semakin
bertambah maka KH. M. Djamaluddin Ahmad beserta Ibu Nyai Hj. Churriyah mencoba
mengembangkan Al Muhibbin dengan membeli sebidang tanah yang berada +
500 meter di sebelah selatan pondok Induk Bahrul ulum dengan luas + 1
hektar. Pada tahun 1992 M dimulailah pembangunan Pondok pesantren Al-Muhibbin
di lokasi yang baru dengan mendirikan sebuah masjid dengan ukuran 25x25 m2
sembilan buah kamar untuk domisili para santri. Pada tahun 1994 M, tepatnya 28
Rojab 1415 H Al Muhibbin diresmikan dilokasi yang baru, dan diberi nama Bumi
Damai Al-Muhibbin. Pondok ini lebih terkesan pondok semi salaf meskipun didalam
pondok ada TV, Warner bahkan Wifi namun pondok ini masih memelihara budaya
pesantren salaf dengan masih mengkaji kiab kuning dengan makna jawa (utawi iki
iku).[26]
Di pondok pesantren ini menerapkan model pembelajaran melalui menghafal
mufrodat berbahasa jawa (Kitab: Ro’sun sirah raqabatun gulu) untuk membekali
para santri belajar bahasa arab supaya mengerti kosakata berbahasa arab dan
menjadikan para santri senang belajar bahasa arab karena model pembelajarannya
dengan metode Syiiratau menyanyi, namun pada model pembelajaran bahasa arab
tersebut pihak kurikulum pesantren lebih menitik tekankan pada pemahaman kosa
kata bahasa arab bagi para pemula yang ingin mendalami belajar bahasa arab[27].
Pondok
pesantren Al Munawaroh yang berkedudukan di Dusun Ngempak Ds. Ngudirejo Kec.
Diwek Kab. Jombang Jawa Timur Adalah Pondok Pesantren yang memadukan antara Ala
Salafi dan Modern yang dicirikan dengan wajib berbahasa Arab atau Inggris Plus
menghafal AI Qur'an. Pondok ini didirikan pada bulan juli 1997 oleh seluruh
komponen masyarakat setempat dengan atas dorongan dan prakarsa dari beberapa
Kiai sepuh Jawa Timur.
Pondok ini
secara sah mendapatkan akta Notaris pada 16 agustus 2000 M. dan mendapat
legalisasi formal dari departemen Agama pada tahun 2002 sekaligus menjadi
pengesahan madrasah diniyah yang telah berlangsung mulai berdiri pondok, dengan
no. SK. 512351704065. Pada tahun yang sama telah berdiri MTs Plus Al Munawaroh
dengan NSM:212351704142 dan pada tahun 2007 telah didirikan Madrasah Aliyah
Terpadu Al Munawaroh.
Seluruh santri
baik dari dalam maupun luar pondok diberikan beasiswa berupa bebas SPP sekolah
mulai dari tingkat MTs sampai Aliyah. Bebas Uang Pangkal, uang syahriyah pondok
bagi santri yang tidak mampu; Bebas uang makan bagi santri yang tidak
mampu. Santri yang berprestasi tinggi
akan memperoleh beasiswa ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi[28].
Dari pemaparan peneliti tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran bahasa arab di pondok pesantren
tersebut yang mempengaruhi seorang santri tersebut mahir berbahasa arab,
seperti yang telah peneliti ketahui semua pesantren memiliki keunggulan
tersendiri, misalnya santri salaf sangat fasih dalam membaca kitab kuning
berbahasa arab dengan makna jenggot, santri pesantren modern yang sangat fasih
dalam berbahasa arab (Muhadatsah), dan yang memadukan antara ke-duanya antara
membaca kitab kuning dan belajar bahasa arab ini yang dinamakan pesantren semi
salaf[29],
kemudian dari pada itu peneliti sangat tertarik untuk meneliti pondok pesantren
salaf, modern dan semi salaf dalam segi model pembelajaran bahasa arabnya untuk
di tindak lanjuti, karena memang menjadi sebuah dilema tersendiri bagi peneliti
untuk mengetahui bahkan membandingkan antara pesantren-pesantren tersebut
supaya peneliti dapat mengetahui model pembelajaran bahasa arab yang relevan
untuk dijadikan acuan dalam mempelajari bahasa arab yang lebih komperhensif,
supaya para santri disamping bisa membaca kitab kuning juga bisa berbicara
bahasa arab, juga sebagai pedoman peneliti atau ustadz yang mengajar bahasa
arab di pondok pesantren.
Ponpes Al Munawaroh didirikan sejak tahun 1997
M oleh KH. Akhmad Zaini dan dalam kepengasuhannya KH. Akhmad Zaini menyerahkan
kepada putra beliau yakni KH. Moh. Farid Zaini, LC. Mhi. Dan beliau lah yang
mengasuh Ponpes Al Munawaroh hingga masa sekarang.
Dalam mendidik para santri Ponpes Al Munawaroh
memadukan antara ala salafi dan modern yang dicirikan dengan wajib berbasa Arab
atau Inggris plus menghafal Al Qur’an dan penguasaan terhadap kitab kuning.
Pada tahun 2002 M Ponpes Al Munawaroh membuka
Madrasah Tsanawiyah (MTs) Plus dengan konsentrasi mahir berbahasa Arab dan
Inggris serta tahfidzul Qur’an. Pada tahun ajaran 2007/2008 M Ponpes Al
Munawaroh insyaAllah akan membuka Aliyah Terpadu yang berkonsentrasi pada kitab
salaf dan pengkajian keilmuan Al Qur’an, di samping pembekalan life skill yang
dapat dimanfaatkan langsung oleh siswa dalam terjun ke masyarakat luas.
Adanya kecenderungan
Pesantren-pesantren yang menggunakan kurikulum unggulan atas dasar prestasi
akademik saat ini patut dikaji ulang. Apakah kecenderungan itu didasari atas
pertimbangan yang sejalan dengan tujuan pendidikan kita ataukah karena
pertimbangan lain sesuai dengan permintaan banyak masyarakat yang bersifat
sesaat?
Terlepas dari mana yang benar, fenomena yang
muncul dalam sistem perpesantrenan yang ada sekarang ini cenderung
memperlakukan santri secara kurang adil dan kurang humanistis. Santri pandai
diberi label unggul dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara santri
yang di kelas tak unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif yang
lain. Santri pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung
individualistik. Sementara santri di kelas tidak unggul merasa tidak mampu,
frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan lain yang menunjukan
aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita adalah model
pembelajaran langsung (model pembelajaran konvensional). Pada pembelajaran
konvensional, ustadz menjadi pusat pembelajaran, berperan mentransfer dan
meneruskan (transmit) informasi sehingga santri tidak perlu mengkonstruksi
ide-idenya. Tingkat partisipasi santri sangat terbatas karena arus interaksi
didominasi oleh ustadz. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat
individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga
individual.
Dalam hal ini, ustadz perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan
belajar mengajar dimana santri dapat
aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan
kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada
lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal santri.
Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan
dengan diri santri, diantaranya
adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor dari luar diri santri, diantaranya
adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran
memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan
menangkap pelajaran oleh santri dapat dipengaruhi dari pemilihan model
pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan
tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan
alternatif bagi ustadz untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas
berlangsung efektif dan optimal.
Dari latar belakang tersebut
penulis merumuskan judul thesis Model pembelajaran bahasa arab di Pondok
pesantren salaf, semi salaf dan modern (Study kasus beberapa pondok pesantren
di jombang) yaitu pondok pesantren Tarbiyatun Nasyi’in Paculgowang diwek
sebagai pondok salaf, Pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum
sebagai pondok semi salaf dan Pondok pesantren Al-Munawaroh Diwek Jombang
sebagai pondok modern untuk diteliti model pembelajaran bahasa arabnya,
perbedaan model pembelajarannya dan keunggulan dan kelemahan dari model
pembelajaan di pondok peantren tersebut.
C.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana model pembelajaran bahasa
arab di tiga pondok pesantren yang berbeda tersebut ? Secara lebih spesifik,
dapat dilihat dari : (a) bagaimana sejarah berdirinya pesantren (b) tujuan
didirikannya pondok pesantren (c) bagaimana model pembelajaran bahasa arab
diterapkan
2.
Bagaimana pondok pesantren salaf,
semi salaf dan modern memelihara model pembelajaran bahasa arab ? lebih
spesifiknya, dapat dilihat dari (a) proses seleksi anggota yang diterima,
(bagaimana kyai memilih anggota organisasi yang memiliki ketrampilan,
pengetahuan dan kemampuan menggunakan model pembelajaran bahasa arab), (b)
bagaimana metode sosialisasi dan tindakan pengasuh pesantren untuk
mengadaptasikan kepada para bawahannyapada model pembelajaran bahasa arab
tersebut,
3.
Bagaimana pebedaan dan persamaan
model pembelajaran bahasa arab di pondok pesantren salaf, semi salaf dan modern
?, yang akan menjadi penelitian lintas kasus, pemahaman tersebut lebih lanjut
akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan model pembelajaran bahasa arab di
pesantren lainnya.
D.
Tujuan
Penelitian
1.
Untuk mengetahui model pembelajaran
bahasa arab :
PP Tarbiyatun Nasyi’in, PP Bumi Damai
Al-Muhibbin, dan PM Al Munawaroh
2.
Memelihara model pembelajaran
bahasa arab pada ketiga pondok pesantren tersebut:
PP Tarbiyatun Nasyi’in, PP Bumi Damai
Al-Muhibbin, dan PM Al Munawaroh
3.
Membandingkan model pembelajaran
bahasa arab pada tiga pesantren tersebut, untuk menemukan model pembelajaran
bahasa arab yang lebih realistis dalam mengikuti perkembangan zaman.
E.
Kegunaan
Penelitian
1.
Teoritis
Penelitian ini diharapkan
dapat menambah wawasan mengenai model pembelajaran, serta penerapannya, khususnya Model pembelajaran bahasa
arab di pondok pesantren Salaf, Semi salaf dan Modern, sehingga bisa dijadikan
sebagai bahan acuan dalam pembelajaran efektif untuk meningkatkan pemahaman Bahasa arab dan mengaplikasikannya
dengan Muhadatsah
dan Kitab kuning.
2.
Praktis
a.
Bagi lembaga pendidikan
1. Bisa memberikan paparan data mengenai pentingnya mempelajari bahasa arab
secara menyeluruh.
2. Penelitian ini
diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi guru atau siapapun yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan untuk dapat meningkatkan kualitas
pendidikannya.
3. Penelitian ini
diharapkan dapat menambah wawasan mengenai model pembelajaran bahasa Arab.
4. Dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran bahasa Arab.
5. Mengetahui Studi tata bahasa pada model pembelajaran dpesantren Modern,
Salaf dan Semi salaf.
b.
Bagi pondok pesantren
1.
Memberikan masukan bagi Pondok
Pesantren untuk terus meningkatkan kecintaan santri pada bahasa arab.
2.
Menjadi pertimbangan untuk
melestarikan kegiatan tersebut.
3.
Dapat memperbaiki dan mengambil
mutu pendidikan di Pondok Pesantren yang diteliti.
c.
Bagi guru bahasa arab
1.
Memberikan pemahaman baru kepada
guru bahasa arab dalam menciptakan inovasi-inovasi yang digunakan dalam
kegiatan tersebut.
2.
Dengan penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat tentang kegiatan yang menekankan
pada model
pembelajaran bahasa arab.
3.
Meningkatkan model pembelajaran
bahasa arab.
4.
Memberikan pemahaman akan
pentingnya mempelajari bahasa arab sebagai bahasa pokok agama islam.
d.
Bagi khazanah pengetahuan
Penelitian sangat diharapkan memberi konstribusi bagi perkembangan
khazanah pengetahuan dalam bidang pendidikan bahasa Arab. Khususnya di Pondok
pesantren Modern, Salaf dan Semi salaf serta umumnya di lembaga-lembaga
pendidikan lainnya.
F.
Kajian
Penelitian Sebelumnya
a.
Dr. Mardiyah, M.Ag, Kepemimpinan
Kiai dalam memelihara budaya oranisasi[30],
Disertasi yang ditulis Bu Mardiyah ini lebih menekankan aspek Manajemennya
dalam penelitian. Di buku tersebut membahas tentang peran seorang kiai dalam
menjaga budaya yang ditinggalkan oleh pendiri pesantren. Dari judul inilah
penulis sangat terinspirasi untuk membahas model pembelajaran bahasa arab di
tiga pondok pesantren yang memiliki ciri khas berbeda, pesantren salaf yang
becirikan hafalan, pesantren Modern yang bercirikan berbicara setiap hari
(Muhadtasah), dan pesantren semi salaf yang memiliki ciri khas memahami
kemudian diamalkan/berbicara. Penelitiannya pun sangat spesifik dengan
membandingkan tiga pondok pesantren yang memiliki ciri khas masing-masing,
disinilah letak persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis,
dan yang menjadi perbedaannya penulis membahas tentang model pembelajaran
bahasa arab yang diterapkan di pondok pesantren salaf, semi salaf dan modern
supaya penulis dapat memberi banyak pilihan kepada pendidik bahasa arab untuk
mengambil metode yang diterapkan, sangat berbeda dengan penelitiannya Bu
Mardiyah yang membahas system kepesantrenannya. Dari tiga pesantren yang
diteliti oleh Bu Mardiyah, Kiai yang bisa menjaga budaya organisasi ialah Kiai
Abdulloh Syukri Zarkasi pengasuh pondok pesantren Gontor Ponorogo yang tetap
berpegang teguh dengan pondok bahasa modern, Kiai Ahmad Idris Marzuki pengasuh
pondok pesantren Pacul Gowang Kediri yang tetap berpedoman teguh dengan kitab
kuningnya, berbeda dengan pondok pesantren Tebu ireng yang kini semakin maju
dalam Teknloginya karena Kiai Sholahuddin Wahid lebih memprioritaskan dunia
Manajemen pada santri yang belajar disitu. Maka penulis membahas pesantren yang
berbeda, supaya penelitiannya tidak sepenuhnya sama. Penulis memilih pondok
pesantren Tarbiyatun Nasyi’in, Pondok pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin dan
Pondok Pesantren Al Munawaroh utuk menyempurnakan penelitian ini.
b.
Muhammad Dwi Toriyono, Studi
komparasi hasil belajar bahasa arab siswa alumni Mts dengan alumni SMP dikelas
X Madrasah Aliyah Wahid Hasyim Yogyakarta (2014-2015)[31];
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar bahasa arab
pada kelas X MA Wahid Hasyim Yogyakarta antara alumni Mts dengan Alumni SMP.
Hasil daripada penelitian Skripsi ini menghasilkan perbedaan yang sangat
signifikan bahwa hasil belajar bahasa arab siswa alumni Mts lebih unggul
dibandingkan siswa alumni SMP, sebab materi pelajaran siswa Mts lebih banyak
yang mengandung unsur bahasa arab dibandingkan mata pelajaran siswa SMP yang
lbih banyak pelajaran umumnya. Penelitian yang dilakukan penulis memiliki
banyak perbedaan yang terlihat; seperti pada objek penelitian antara Pendidikan
formal dan Non Formal, kajian teori antara hasil belajar bahasa arab dengan
model pembelajaran bahasa arab, serta metodologi penelitiannya antara
Kuantitatif dan kualitatif, namun tujuan penelitian yaitu untuk memberi
khazanah ilmu pengetahuan bagi guru-guru bahasa arab, serta mmbandingkan antara
satu dengan yang lain merupakan kesamaan Skripsi yang ditulis mas Dwi ini dengan Thesis yang
diteliti penulis, Namun Thesis penulis lebih luas cakupan wawasannya untuk para
pendidik bahasa arab yang membutuhkan model pembelajaran bahasa arab supaya
lebih inovatif.
c.
Chairul Fadli, Pembelajaran bahasa
arab dipondok pesantren modern dan pesantren tradisional (Study komparatif
dipondok pesantren As’ad dan pondok pesantren Saadatuddarain di kota Jambi
2014-2015); Penelitian Thesis ini bermula dari rumusan masalah (1) Bagaimana
perbeadan dan persamaan kurikulum yang digunakan di pondok pesantren As’ad dan
pesantren Saaddatuddarain di jambi ? (2) Bagaimana perbedaan dan persamaan
strategi pembelajaran bahasa arab di pondok pesantren As’ad dan pesantren
Saaddatuddarain di jambi ? (3) Bagaimana perbeaan dan persamaan evaluasi
pembelajaran bahasa arab dipondok pesantren As’ad dan pesantren Saaddatuddarain
kota jambi ? Thesis yang ditulis Chairul Fadli memiliki kesamaan dalam
metodologi penelitiannya yaitu dengan Deskriptif, kualitatif juga pada objeknya
yaitu pondok pesantren, Namun Thesis yang akan diteliti oleh penulis ini lebih
sempurna lagi sebab penulis mengkomparasikan tiga pondok pesantren sekaligus,
dengan mencakup pesantren modern, semi salaf dan salaf, dimana ketiga pesantren
yang akan diteliti memiliki ciri khas sendiri-sendiri.
G.
Sistematika
Penulisan
Hasil pnelitian ini ditulis dalam Enam bab, dan masing-masing bab
dibahas kedalam beberapa subbab, susunan secara sistematisnya sebagai berikut :
Bab satu, Pendahuluan; terdiri dari enam subbab, yaitu: A. Latar
belakang. B. Rumusan masalah. C. Tujuan penelitian. D. Kegunaan penelitian. E.
Review penelitian sebelumnya. Dan F. Sistematika penulisan.
Bab dua, Kajian teori, terdiri dari tiga subbab, yaitu: A. Membahas
konsep model pembelajaran bahasa arab, meliputi pengertian model, pengertian
pembelajaran, B. Tujuan model pembelajaran bahasa arab. C. Teknik pembelajaran
bahasa arab di pesantren salaf, semi salaf dan modern.
Bab ketiga, metodologi penelitian, terdiri dari tujuh subbab,
yaitu: A. Pendekatan dan Rancangan penelitian. B. Kehadiran peneliti
dilapangan. C. Lokasi penelitian. D. Data, Sumber data dan Instrumen
penelitian. E. Prosedur penelitian. F. Metode analisis Data. G. Pengecekan
keabsahan Data. H. Tahap-tahap penelitian.
Bab empat, Paparan data dan temuan kasus, terdiri
dari tiga subbab yang berkaitan dengan subjek penelitian: Paparan data dan temuan kasus. Yaitu: A.
Penelitian kasus di pondok pesantren Salaf. B. Penelitian kasus di pondok
pesantren Semi salaf. C. Penelitian kasus di pondok pesantren Modern.
Bab lima, Analisis dan pembahasan lintas kasus, terdiri dari empat
subbab, yaitu: A. Model pembelajaran bahasa arab. B. Peran pengasuh dalam
membuat model pembelajaran bahasa arab. C. Perbandingan Pondok Salaf, Semi
salaf, dan Modern. D. Pnyusunan Proporsisi dari Analisis lintas kasus.
Bab enam, Penutup, terdiri dari dua subbab, yaitu: Kesimpulan dan
Rekomendasi.
[3] Hamid Fahmi Zarkasyi, Pengembangan
Institusional dan
Kurikuler Pesantren Salafiyah, Makalah “Seminar Pengembangan Pesantren Salafiyah” yang
diselenggrakan Puslitbang
Pendidikan Agama dan Keagamaan, tanggal 8-10 Juni 2007.
[4] Husen Hasan Basri dkk. “Survei
Pengajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren”, Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan Balitbang dan Diklat, Jakarta, Tahun 2012.
[5] M. Bahri Ghazali, Pendidikan
Pesantren Berwawasan Lingkungan (Jakarta: Pedoman Ilmu, 2001), hlm. 24.
[6] Mujamil Qomar, Pesantren dari
Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga,
2007), hlm. 76.
[7] Fathul Mujib, Rekonstruksi
Pendidikan Bahasa Arab: Dari pendekatan Konvensional Ke Integratif Humanis (Yogyakarta;
Bintang Pustaka Abadi, 2010), hlm. 75-76.
[8] Nazri Syakur, Revolusi
Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab: Dari Pendekatan Komunikatif Ke Komunikatif
Kambiumi (Yogyakarta; Bintang
Pustaka Abadi, 2010), hlm. 54.
[9] Bisri Mustofa. Rancangan
Proposal Disertasi “Intensifikasi Masyarakat Belajar (Learning Community)
Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Teks Berbahasa Arab Bagi Pembelajar di
Perguruan Tinggi Islam dan Pembelajar di Pesantren” (Tidak diterbitkan, 2010),
hlm. 4.
[10] Sudjoko Prasodjo, Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 104
[11]Rukiati, k enung dan Hikmawati,fenti “sejarah
pendidikan islam di Indonesia” (pustaka setia bandung :2006) hal 103
[12] HA. Mukti Ali, Pondok
Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional: dalam Pembangunan Pendidikan dalam
Pandangan Islam, (Surabaya: IAIN sunan ampel, 1986), Hlm: 73-74
[13] Zamakhsyari
Dhofier, Tradisi Pesantren Studi
tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3S, 1983), hlm.18
[14] Abdullah Aly, Pendidikan Islam
Multikultural di Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm.151-152
[15] Karel
Steenbrink, Pesantren, Madrasah,
dan Sekolah Pendidikan Islam dalam kurun Modern, (Jakarta:
LP3ES,1986), hlm. 14
[16] Said Aqiel
Siraj, Pesantren Masa depan: wacana Pemberdayaan
dan Transformasi pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah,1999), hlm. 16-17
[18] Ridlwan Nasir, Mencari
Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, Hlm: 87-88
[19] Pesantren yang masih menggunakan metode
salafi, seperti tidak boleh internet, menonton TV, membawa laptop dsbg, karena
mempertahankan metode pesantren salaf pada zaman dulu, Contoh Podok pesantren
Abu Dzarin Bojonegoro, Pondok pesantren Tarbiyatun Nasyiin paculgowang jombang.
[20] Biasanya Pesantren seperti ini mengimbangi
pengetahuan para santri dengan menyesuaikan kebutuhannya, Misalnya Pesantren
dengan Notabene para santri yang berbeda-beda kelasnya ada yang MI, MTs, MA dan
Mahasantri tapi memberi konsekwensi yang berbeda terhadap para santri dengan
contoh yang mahasantri boleh membawa laptop sedangkan yang lain tidak boleh,
karena kebutuhan mahasantri dalam membuat tugas, Contoh Pondok pesantren
Al-Amanah Bahrul Ulum Tambakbersa Jombang.
[21] Dipesantren ini fasilitas umumnya sedikit
lebih banyak dibandingkan pesantren semi berkembang, misalnya di pondok diberi
TV, Warnet bahkan Wifi supaya para santri tidak kekurangan informasi atau
mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern, Contoh Pondok pesantren Bumi
Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
[22] Pesantren seperti ini yang sekarang hampir
menghilangkan metode pesantren dahulu dengan merubah kurikulum hampir 90%
dengan kurikulum pondok pesantren salaf, Contoh yang termasyhur ialah Pondok
pesantren Gontor Ponorogo.
[23] Biasanya pesantren seperti ini pengasuhnya
berani menjamin bahwasanya setelah keluar dari pesantren para santri bisa
mendapatkan ilmu atau ijazah yang bisa dibuat bekerja atau pesantren tersebut
memberikan pekerjaan yang layak kepada lulusannya, Contoh Pondok pesantren
Hanifida La Raiba Bandung Diwek Jombang.
[24] Anik farida dkk, Modernisasi Pesantren, Depag
RI Balai Penelitian Dan Pengembangan Agama,(Jakarta, 2007).h 9
[25] Pernyataan ini menurut peneliti sendiri
dengan bertanya pada salah satu santri PP Tarbiyatun Nasyiin “bahwa pesantren
ini bercirikan pesantren yang identic dengan membaca kitab kuning”
[26] Wawancara dengan salah satu alumni pondok
pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
[27] Kesimpulan dari pengalaman penulis yang
pernah menjadi santri dipondok pesantren Bumi damai Al- Muhibbin Bahrul Ulum
Tambakberas Jombang.
[28] Blogger Pondok pesantren Al-Munawaroh Dusun
Ngempak Ds. Ngudirejo Kec. Diwek Kab. Jombang Jawa Timur
[29] Lihat Pondok pesantren Bumi damai Al-Muhibbin
Jombang, sebagai alumni peneliti sangat terinspirasi dari pondok tersebut,
sebab disana berada pada level tengah-tengah antara salaf dan modern. Disana
juga ada pengajaran kitab kuning dan juga bahasa arabnya dengan menggunakan
hafalan Ro’sun sirah roqobatun gulu, serta ada juga teknologi seperti: Warnet,
Televisi dan boleh membawa Laptop bagi mahasiswa.
[30] Dr. Mardiyah, M.Ag, Kepemimpinan Kiai dalam
memelihara budaya organisasi, (Yogyakarta: Aditya Media Publising: 2015)
cetakan ketiga.
Komentar
Posting Komentar