Revisi Tugas Prof. Nur Ahid, M.Ag

Komponen dan Model-model Pengembangan Kurikulum
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Desain Pembelajaran Bahasa Arab
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Nur Ahid, M.Ag

Description: http://buku-on-line.com/wp-content/uploads/2012/04/Logo-STAIN-Kediri.gif

Disusun oleh:
M. Ali Mashudi                       (92300216007)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2017


Abstrak
Ali Mashudi, Muhammad (2017), Komponen dan Model-model Pengembangan Kurikulum
Kata kunci : Komponen, Model-model Pengembangan Kurikulum
Pembimbing: Prof. Dr. Nur Ahid, M.Ag
Komponen dan Model-model Pengembangan Kurikulum termasuk bagian dari ilmu untuk mengembangkan Desain Pembelajaran Bahasa Arab, dan didalam komponen dan model-model pengembangan kurikulum tersebut banyak sekali yang akan kita bahas meliputi: Komponen Tujuan, Komponen Isi dan Struktur Program/Materi, Komponen Proses dan Komponen Evaluasi. Sedangkan dari model-modelnya ada banyak diantaranya: 1).Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and Instruction). 2). Model Taba (inverted Model), 3). Model Olivia 4). D.K. Wheeler (Curriculum Process), 5). Audery dan Howard Nicholls, 6). Deckler Walker, 7). Model Grass Roots, dari beberapa model tersebut, pada dasarnya semua kurikulum tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang sama., semuanya itu penting untuk kalian pelajari dalam memahami serta mengembangkan Kurikulum di Indonesia sekarang ini. Dan dalam pembahasan ini dianggap sebagai suatu ilmu desain pengembangan kurikulum yang perlu dipelajari khususnya komponen dan model model pengembangan kurikulum.
Berdasarkan masalah-masalah tersebut batasan-batasan pembahasan penulis tentang komponen dan model-model pengembangan kurikulum yang menjadikan menarik dalam menyelesaikan pembahasan ini.
Maka dari itu pemakalah ingin menulis sedikit uraian tentang komponen dan model-model pengembangan kurikulum dalam kajian desain pembelajaran bahasa arab. Dan didalamnya banyak sekali faedah yang menjadikan manusia untuk memahami komponen serta model pengembangan kurikulum bahasa arab. Apa saja komponen-kompoen pengembangan kurikulum, serta Bagaimanakah model-model pengembangan kurikulum menurut Top Down, Grass Roots, Ralp tailor Dll ?
Pembahasan ini merupakan pembahasan secara study pustaka dan sifat, sedangkan penjelasannya dikumpulkan melalui analisis pustaka dalam menyusun dan menyelesaikannya.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serat cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam suatu sistem pendidikan karena merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan[1]. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didik pun akan dinamis, maka perkembangan kurikulum dinamis, sehingga peserta didik tidak terasing dalam masyarakat.[2]
Seiring dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju cepat, dan dinamis, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. 
Dari beberapa penjelasan diatas, pengembangan kurikulum sangat penting sekali bagi dunia pendidikan, agar tujuan daripada pendidikan dapat terwujud dengan baik. Ada beberapa model yang diungkapkan oleh para ahli dalam pengembangan kurikulum, yang dalam hal itu, akan dibahas dalam makalah penulis yang berjudul “model-model pengembangan kurikulum”.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja komponen-kompoen pengembangan kurikulum ?
2.      Bagaimanakah model-model pengembangan kurikulum menurut Top Down, Grass Roots, Ralp tailor Dll ?




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Komponen-komponen Pengembangan kurikulum
Merujuk pada fungsi kurikulum dalam proses pendidikan yang menjadi alat mencapai tujuan pendidikan, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lain[3]. Komponen – komponen itu antara lain adalah :
1.      Komponen Tujuan
Tujuan mempunyai peranan yang sangat penting dan stratregis dalam kerangka dasar kurikulum, karena akan mengarahkan dan memengaruhi komponen-komponen kurikulum lainnya. Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau falsafah negara, karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara.
Bagi Indonesia, yang menetapkan Pancasila sebagai pandangan hidupnya, sudah selayaknya mengarahkan sistem pendidikannya pada pembentukan warga negara yang cakap untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan falsafah negara, yaitu Pancasila. Bagi negara lain, sudah barang tentu lain pula gambaran warga negara yang dicita-citakannya. Dengan demikian, pandangan hidup yang dianut oleh para guru dan peserta didiknya akan mewarnai persepsinya terhadap gambaran karakteristik sasaran kegiatan pembelajarannya. Pada gilirannya, persepsi tersebut akan memengaruhi pula kebijakannya dalam merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan domain-domain anak didik, di upayakan melalui proses pendidikan, jika di buat secara berurutan pendidikan itu sebagai berikut :
a.       Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan pendidikan yang paling tinggi dalam hierarki tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan falsafat Pancasila. Menurut Undang-Undamg No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk menciptakan manusia Indonesia yang beriman, bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan ruhani, kepribadian yang mantap, mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b.      Tujuan Institusional
            Tujuan institusional merupakan tindak lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut tujuan institusional, karena itu dikenal bermacam-macam tujuan institusional, antara lain tujuan institusional SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA, Universitas/Akademi/UIN/IAIN/STAIN, dan lain sebagainya.
c.       Tujuan Kurikuler
            Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan. Dengan demikian, isi pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari GBPP suatu bidang studi. Dari GBPP (Garis-Garis BesarProgram Pengajaran) tersebut, terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu dicapi oleh anak didik setelah ia menyelesaikan pendidikannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan kurikuler mesti mencerminkan tindak lanjut dari tujuan kurikuler dan tujuan pendidikan nasional. Karena itu, penjabaran tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional mesti menggambarkan tujuan kurikuler sehingga akan terlihat jelas hubungan hierarkis dari ketiga tujuan pendidikan tersebut.
d.      Tujuan instruksional
            Tujuan ini bersifat operasional, yaitu diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari pembahasan. Untuk mencapai tujuan instruksional ini, biasanya seorang pendidik/guru perlu membuat Satuan Pelajaran (SP). Dalam upaya mencapai tujuannya, tujuan instruksional ini sangat ditentukan oleh kondisi proses belajar mengajar yang ada, antara lain kompetensi pendidikan, fasilitas belajar, anak didik, metode, lingkungan, dan faktor yang lain. Tujuan instruksional ada dua. Pertama, tujuan instruksional umum. Kedua, tujuan intreksional khusus[4].
2.      Komponen Isi dan Struktur Program/Materi
            Komponen isi dan struktur program/materi merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud biasanya berupa meteri bidang-bidang studi, misalnya Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Akhlak, Tasyri’, Bahasa Arab, dan alin sebagainya. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang, dan jalur pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut biasanyatelah dicantumkan atau dimuatkan dalam struktur program kurikulum suatu sekolah.
Hilda Taba memberikan kriteria untuk memilih isi/materi kurikulum sebagai berikut: a). Materi itu harus sahih dan signifikan, artinya harus menggambarkan pengetahuan mutakhir, b). Materi itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar peserta didik lebih mampu memahami fenomena dunia, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi, c). Materi itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman, d). Meteri harus mencakup berbagai ragam tujuan, e). Materi harus sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik, dan f). Materi harus sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Begitu juga, Ronald C.Doll (1978) dalam Zainal Arifin (2011) mengemukakan beberapa kriteria pemilihan materi kurikulum, yaitu: a). Validitas dan signifikasi materi, b). Adanya keseimbangan materi, c). Kesesuaian materi dengan kebutuhan dan minat murid, d). Kemantapan materi, dalam arti tidak cepat usang, e). Hubungan antara materi dengan ide pokok dan konsep-konsep, f). Kemampuan peserta didik untuk mempelajari materi, dan g). Kemungkinan menjelaskan materi itu dengan data dari disiplin lain.
Pemilihan isi kurikulum dapat juga mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: a). Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, b). Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, c). Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang, dan d). Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi[5].
3.      Komponen Proses
 Proses pelaksanaan kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk membelajarkan peserta didik, baik disekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun diluar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan sumber-sumber belajar. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam menyampaikan isi kurikulum, antara lain:
a.       Strategi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnyatelah diolah sendiri, sementara siswa lebih banyak menerima materi yang telah jadi.
b.      Strategi pembelajaran heuristik (discovery dan inquiry)
c.       Strategi pembelajaran kelompok kecil: kerja kelompok dan diskusi kelompok
d.      Strategi pembelajaran individual
Disamping strategi, ada juga metode mengajar. Untuk memilih metode mana yang akan digunakan, guru dapat melihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran, pendekatan yang berpusat pada peserta didik, dan pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, tidak ada satu metode pun yang dianggap paling ampuh. Oleh sebab itu, guru harus dapat menggunakan multimetode secara bervariasi.
Sumber belajar adalah bagian yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran yang tradisional, penggunaan sumber belajar terbatas pada informasi yang diberikan oleh guru, dan beberapa diantaranya ditambah dengan buku sumber. Bentuk sumber belajar yang lain cenderung kurang mendapat perhatian, sehingga aktivitas belajar peserta didik kurang berkembang. Berdasarkan pendekatan teknologi pendidikan, sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu manusia, bahan, lingkungan, alat, dan perlengkapan, serta aktivitas[6].
4.      Komponen Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses interaksi, deskripsi, dan pertimbangan (jodgment) untuk menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki substansi kurikulum, prosedur implementasi, metode instruksional, serta pengaruhnya pada pelajaran dan perilaku siswa[7].
Berdasarkan definisi kurikulum yang digunakan akan dapat diketahui aspek-aspek apa yang akan dievaluasi. Untuk mengetahui aspek-aspek evaluasi kurikulum, dapat dilihat dari perspektif model evaluasi kurikulum. Model Tayler, misalnya, mengutamakan hasil belajar peserta didik sebagai aspek penting dalam evaluasi kurikulum, sedangkan Scriven menekankan dari segi formatif dan sumatif. Menurut Arich Lewy (1977) dalam Zainal Arifin (2011) aspek-aspek evaluasi kurikulum harus sesuai dengan tahap-tahap dalam pengembangan kurikulum, yaitu penentuan tujuan umum, perencanaan, uji coba dan revisi, uji lapangan, pelaksanaan kurikulum, dan pengawasan mutu[8].

B.     Model-model Pengembangan Kurikulum
1.      Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and Instruction)
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler (1949) diajukan berdasarkan pada beberapa pernyataan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, seperti gambar berikut:[9] :
Objectives

Selecting Learning experience

Organizing Learning Experience

Evaluation
a.       Menentukan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus dirimuskan secara jelas sampai pada rumusan tujuan khusus guna mempermudah pencapaian tujuan tersebut.
Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : a) hakikat pesarta didik b) kehidupan masyarakat masa kini dan c) pandangan para ahli bidang studi. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan masukan dari ketiga aspek tersebut. Kemudian difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat dan silosofis pendidikan serta psikologi pendidikan[10].
Selain itu ada lima faktor yang menjadi arah penentu tujuan pendidikan, yaitu: pengembangan kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap sosial. Jadi, dalam menentukan tujuan pendidikan hendaknya jangan hanya memperhitungkan pendapat para ahli disiplin ilmu melainkan juga kebutuhan dan minat anak dan masyarakat yang sesuai dengan falsafah Pendidikan.[11]
b.      Menentukan proses pembelajaran
Setelah penetapan tujuan, selanjutnya ialah menetukan proses pembelajaran apa yang paling cocok dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan paserta didik. Hal ini agar mereka dapat mengadakan reaksi mental dan emosional maupun dalam bentuk kelakuan.[12]
c.       Menentukan organisasi pengalaman belajar
Setelah proses pembelajaran ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi pengalaman belajar. Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman belajar apa yang harus dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan. Kejelasan tujuan, materi belajar dan proses pembelajaran serta urutan-urutan akan mempermudah untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi pembelajaran apa yang sebaiknya digunakan.[13]
d.      Menentukan evaluasi pembelajaran
Menetukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memerhatikan komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus memerhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.[14]
       Jadi dalam melakukan evaluasi hendaknya jangan hanya berbentuk tes tertulis akan tetapi juga berupa observasi, hasil pekerjaan siswa, kegiatan dan partisipasinya serta menggunakan metode-metode lainnya agar diperoleh gambaran yang lebih komperhensif tentang taraf pencapaian tujuan pendidikan.
2.      Model Taba (inverted Model)
Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut penekanannya terutama pada pemusatan perhatian guru. Taba memrcayai bahwa guru merupakan faktor uatama dalam usaha pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memosisikan guru sebagai inovator dalam pengembangan kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba. [15]
Langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum menurut Taba:
a.    Diagnosis Kebutuhan
Agar kurikulum menjadi berguna pada pengalaman belajar murid, Taba berpendapat bahwa segatlah penting mendiagnosis berbagai kebutuhan pendidik. Hal ini merupakan langkah penting pertama dari Taba tentang apa yang anak didik inginkan dan perlukan untuk belajar. Karena latar belakang peserta didik yang beragam, maka diperlukannya diagnosis tentang gaps, berbagai kekurangan, (deficiencies), dan perbedaan latar belakang peserta didik (variations in these background).[16]
b.   Formulasi Pokok-pokok (Merumuskan tujuan pendidikan)
Formusai yang jelas dan tujuan-tujuan yang koperhensif  untuk membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Secara jelas, taba berpendapat bahwa hakikat tujuan akan menentukan jenis pelajaran yang perlu untuk diikuti.
        Dalam merumuskan tujuan pendidikan, ada empat area yang perlu diperhatikan, pertama, konsep atau ide yang akan dipelajari (concepts or ideas to be learned). Kedua, sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan dikembangkan (attitudes, sensitivities, and feeling to be developed). Ketiga, pola pikir yang akan ditekankan, dikuatkan, atau dimulai/dirumuskan (ways of thingking to be reinforced, strengthened, or initiasted). Keempat, kebiasaan dan kemampuan yang akan dikuasai (habits and skills to be mastered)
c.    Seleksi Isi
Menurut Taba, isi (materi) yang akan diajarkan kepada peserta didik adalah 1). Harus Valid dan signifikan, 2). Isi Harus relevan dengan kenyataan sosial, 3). Isi hasus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman. 4). Isi harus mencakup beberapa tujuan, 5). Isi harus dapat disesuaikan dengan kemampuan peserta didik untuk mempelajarinya, dan bisa dihubungkan dengan pengalaman mereka.
d.   Organisasi isi
Dalam menyusun kurikulum, terutama terkait dengan bentuk penyajian bahan pelajaran/isi atau organisasi kurikulum/isi, ada dua organisasi kurikulum yang bisa menjadi pilihan, yaitu kurikulum berdasarkan mata pelajaran dan kurikulum terpadu.
e.    Seleksi pengalaman belajar
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam seleksi pengalaman belajar peserta didik. 1. Pengalaman peserta didik harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebab, setiap tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran. 2. Setiap pengalaman belajar harus memuaskan peserta didik 3. Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya melibatkan peserta didik, 4. Dalam satu pengalaman belajar kemungkinan dapat mencapai tujuan yang berbeda.
f.    Organisasi Pengalaman belajar
Mengutip pendapatnya Tyler, terdapat tiga prinsip dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas, urutan isi dan integrasi. Kontinuitas bearti bahwa, pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan belajar selanjutnya dan untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain. Adapun urutan isi, artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik harus memperhatikan tingkat perkembangan mereka.
g.   Penetuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya.
Dalam melakukan evaluasi, Taba menganjurkan beberapa hal, 1. Menetapkan kriteria penilaian, 2. Menyususn program evaluasi yang koperhensif, 3. Menerapkan teknik pengumpulan data, 4. Melakukan interpretasi data evaluasi, 5. Menerjemahkan evaluasi ke dalam kurikulum.[17]
3.      Model Oliva
Rumusan Filsafat
 
Implementasi
 
Implementasi
 
Desain Perencanaan
 
Rumusan Tujuan Khusus
 
Rumusan Tujuan Umum
 
Menurut oliva, suatu model kurikulum harus bersifat simpel, koperhensif dan sistematik. Oliva menggambarkan bahwa dalam pengembangan suatu kurikulum, ada 12 komponen yang satu sama lain saling berkaitan, seperti yang terlihat dalam gambar berikut.

 
           

Dari bagian di atas, tampak model pengenbangan kurikulum yang dikemukakan oleh olivia.
Komponen Pertama, perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi pendidikan, yang semianya berseumber dari analisis kebutuhan siswa dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen Kedua, adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah. Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen satu dan dua ini. Komponen satu berisi pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal. Sedanglan komponen dua sudah mengarah pada tujuan yang lebih khusus.
Komponen Ketiga dan keempat, berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang didasarkan pada kebutuhan seperti yang tercantum pada komponen satu dan dua.
Komponen kelima, mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen keenam dan ke tujuh, mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan khusus pembelajaran.
Komponen kedelapan, menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat tercapai tujuan .
Komponen kesembilan, setudi awal tentang strategi dan teknik penilaian yang dapat digunakan.
Komponen kesepuluh, mengimplementasikan strategi kurikulum, setelah strategi diimplementasikan, pengembangan kurikulum kembali ke komponen sembilan atau komponen sembilan plan B, untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian.
Komponen ke sebelas dan duabelas, dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum[18].

4.      D.K. Wheeler (Curriculum Process)
            Wheeler  mempunyai argument tersendiri agar pengembangan kurikulum dapat menggunakan lingkar proses, yang setiap elemennya saling berhubungan dan saling bergantung. Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkahnya merupakan pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya, dan suatu langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan. Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagaimana telah dilakukan oleh Tyler dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah yang saling keterkaitan dalam proses kurikulum.[19]
            Lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis dan temporer akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Wheeler mengembangkan lebihlanjut apa yang dilakukan Tyler dan Taba, meski hanya dipersentasikan agak berbeda. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya.
b.      Seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan dan sasaran.
c.       Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d.      Organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar  mengajar
e.       Evaluasi setiap fase dan masalah tujuan-tujuan.
Berikut merupakan model pengembangan kurikulum versi Wheeler dalam bentuk lingkaran: 
Text Box: 1.Aims, goals, and objective Text Box: 2. Selection of learning experience
Text Box: 5. Evaluation Text Box: 3. Selection of content
Text Box: 4. Organization and Integration of learning experience and content










Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum adalah terhadap hakikat lingkaran dari elemen-elemen kurikulum. Kurikulum proses disini tampak lebih sederhana dan gambar diatas memberikan indikasi bahwa langkah-langkah dalam  lingkaran yang bersifat berkelanjutan memiliki makna responsif terhadap perubahan-perubahan pendidikan yang ada.
5.      Audery dan Howard Nicholls
            Audery dan Howard Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang tegas mencakup elemen-elemen kurikulum dengan jelas dan ringkas. Ia menitikberatkan pada pendekatan pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi.[20]
Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah awal, yaitu analisis situasi. Kedua penulis ini mengungkapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana keputusan kurikulum itu dibuat harus dipertimbangkan  secara mendetail dan serius. Dengan demikian, analisis situasi menjadi langkah pertama yang menbuat para pengembang kurikulum memehami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan[21].
            Ada lima langkah yang diperlukan dalam  proses pengambangan secara kontinu. Langkah-langkah tersebut:
a.       situasional analysis (analisis situasi)
b.      selection of objectives (seleksi tujuan)
c.       selection and organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d.      selection and organization of methods (seleksi dan organisasi mode)
e.       evaliation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi merupakan suatu yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih responsif terhadap lingkungan dan secara khusus dengan kebutuhan anak didik. Kedua lebih menekankan perlunya memakai pendekatan yang lebih komperhensif untuk mendiaknosis semua faktor menyangkut semua situasi dengan diikuti penggunaan  pengetahuan dan pengertian yang berasal dari analisis tersebut dalam perencanaan kurikulum. Untuk lebih memahami model kurikulum yang dibuat Nicholls, bisa mengamati sesuai gambar berikut.
Text Box: Selection of objective Text Box: Evaloation analysis
Text Box: Selection and organization of content
Text Box: evaluation
Text Box: Selection and organization of method










         Dengan menerapkan situasional analysis sebagai titik permulaan, model ini memberikan dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan. Berbeda halnya dengan Wheeler ia tidak merujuk pada analisis situasi yang spesifik, ia sebenarnya lebih menguji pada keberadaan sumber tujuan yang ada.
6.      Deckler Walker
Walker berpendapat bahwa para pengembang kurikulum tidak mengikuti pendekatan yang telah ditentukan dari urutan yang rasional dari elemen-elemen kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum. kurikulum. Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan natural daripada dalam kurikulum. Kesimpulan tersebut berasal dari analisis Walker terhadap laporan proyek kurikulum, seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi pribadinya dalam proyek kurikulum bidang kesenian. Analisis Walker menguraikan apa yang telah dilihat sebagai model alami dalam proses kurikulum. It is a naturalistic model in the sense that it was constructed to represent phenomena and realtions observed in actual curriculum projects faithfully as possible with a few terns and principles[22].
Untuk lebih jelasnya mengenai model kurikulum versi Walker ini, kita bisa lihat gambar berikut:
Text Box: Platform
Deliberation
 
 










(applying them to practical situations arguing about, accepting, refusing, changing, adapting)
Curriculum Design
 
 





          (Making decision about the various process componen)
Walker mempunyai argument bahwa  pernyataan platform di organisasikan oleh para pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi serangkian ide, prefensi dan pilihan, pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki kurikulum.  Aspek-aspek tersebut mungkin tidak definisikan atau secara logis, tapi mereka membrntuk basis platform sehingga kurikulum mendatang bisa dibuat oleh pengembang kurikulum.
Walker berpendapat bahwa pengembang kurikulum tidak memulai tugas dalam keadaan kosong (a blank state), nilai-nilai, konnsepsi, dan hal-hal lain yang pengembangan kurikulum gunakan untuk oroses pengembangan kurikulum mengindikasikan adanya kesukaan dan perlakuan sebagai dasar mengembangkan kurikulum. Walker mengajurkan bahwa: The Platfrom includes an idea of what is ought to be and these guides the curriculum developer in the dertemining what should be do to realize his vision
Ketika interaksi di antara individu dimulai, mererka kemudian memasuki fase pertimabangan yang mendalam. Walker berpendapat bahwa selama fase ini, individu mempertahankan pertanyaan platform mereka sendiri dan menekanakan pada idde-ide yang ada. Berbagai peristiwa ini memberikan suatu (developers) juga beusaha menjelaskan ide-ide mereka mencapai suatu konsesus. Dari periode yang agak kacau, fase yang telah dipertimbangkan menghasilkan suatu ilmuniti yang penuh pertimbangan.
Fase model terakhir Walker adalah menggunakan bentuk design. Pada fase ini, developers membuat keputusan tentang berbagai komponen proses atau elemen-elemen kurikulum. Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi mendalam dan dikompromikan oleh individu-individu. Keputusan-keputusan itu kemudian deirekam dan menjadi basis data untuk dokumen kurikulum atau materi yang lebi spesifik.[23]          
7.      Model Grass Roots
Pengembangan kurikulum model ini kebalikan dari model adaministratif. Model Grass Roots merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Pengembangan kurikulum model ini, berada ditangan staf pengajar sebagai pelaksana pada suatu sekolah atau beberapa kesolah sekaligus. Model ini didasaarkan pada pandangan bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai pelaksana seudah sejak semula diikutsertakan dalam pengenbagan kurikulum[24]. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik menuju bagian-bagian yang lebih besar[25].
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model Grass Roots, di antaranya : 1) guru harus memiliki kemampuan yang propesional; 2) guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyeselaian permasalahan kurikulum; 3) guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan evaluasi; 4) seringnya pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, perinsip, maupun rencana-rancana. Ada beberapa hal yang harus diantisipasi dalam model ini, diantaranya adalah akan bervariasinya sistem kurikulum di sekolah karena menerapkan partisipasi sekolah dan masyarakat secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali mutu), maka cendrung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memingkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru, fasilitas, biaya, maupun bahan-bahan perpustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots akan lenih baik. Hal  itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya.  Dialah yang paling tau kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.[26]












BAB III
         PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan yang penulis kumpulkan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Komponen-komponen Pengembangan kurikulum yaitu;
1.      Komponen Tujuan
2.      Komponen Isi dan Struktur Program/Materi
3.      Komponen Proses
4.      Komponen Evaluasi
Model pengembangan kurikulum adalah langkah sistematis dalam penyususnan kurikulum. Alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan dan mengevaluasi suatu kurikulum.model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan  program pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan, berdasarkan pada perkembangan teori dan praktek kirikulum.
Ada banyak model-model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: 1).Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and Instruction). 2). Model Taba (inverted Model), 3). Model Olivia 4). D.K. Wheeler (Curriculum Process), 5). Audery dan Howard Nicholls, 6). Deckler Walker, 7). Model Grass Roots, dari beberapa model tersebut, pada dasarnya semua kurikulum tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang sama.


Daftar Pustaka
Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,2011
Arifin, Zainal, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, Jogjakarta: Diva Press
Hamalik, Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,PT Remaja Rosdakarya, Bandung,2007
Idi, Abdullah, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013
Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Ruhimat, Toto dan Alinawati, Muthia, Kurikulum dan Pembelajaran,  Jakarta: Rajawali Press, 2013
Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011
Subandijah, Pengembangan dan inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan kurikulum teori dan praktik, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama, 2007


معلومات شخصية للباحث

الإسم                  : محمد على مسهودي
إسم الأب              : سوجاري
إسم الأمّ               : ستي فطانة
مكان و تاريخ الديلاد : بوجو نكارا، 9 سبتنبر 1994
العنوان                  : تيكال كودوا – سوكاسوو - بوجو نكارا
الجنس                  : المذكّر
الحالة الاجتماعية       : لم يتزوّج
رقم الهاتف             085852645409:
البريد الإليكتروني        :ibnusujari45@gmail.com
أ- التعليم الرسمي :
1.- روضة الأطفال  تيكال كودا-سوكا سوو-بوجو نكارا (1998-1999)
2.- المدرسة الإبتدائية الحكومية تيكال كودا - سوكا سوو - بوجو نكارا (2000 - 2006)
3.- المدرسة الثنوية مفتاح العلوم سيتيأجى - سوكا سوو - بوجونكارا (2006 - 2009)
4.- مدرسة الثنوية العالية أبو ذرّ كندل - سومبر تلاسيه – دندر - بوجونكارا (2009 - 2012)

ب- التعليم غير الرسمي :
1.   معهد ابو ذرّ كندل - سومبر تلاسيه – دندر - بوجونكارا (1999-2012)
2.   معهد بومي دامي المحبين بحر العلوم تمباء براس - جومبانج (2012-الآن)
ج- التجربة المنظمية:
1.   -أمين الصندوق في المنظمات المحلية بوجونكارا (CSPB)  بحر العلوم تمباء براس جومبانج (2013-2014)
2.   المشرف في المنظمات المحلية بوجونكارا (CSPB)  بحر العلوم تمباء براس جومبانج (2016-الآن)
3.   رئيس التنظيف في اتّحاد الطلبة في مدرسة الثنوية العالية أبو ذر كندال - داندير- بوجونكارا (2011)
4.   أمين الصندوق في طالبة أسبوع التوجيه جامعة بني فتّاح الإسلامية تامباء براس جومبانج (2013-2014)





[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm, 127
[2] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),hlm, 227
[3] Abdullah Idi,Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik,Ar-Ruzz Media,Jogjakarta,2011.hlm 53.
[4] Ibid, hlm. 55-57.
[5] Zainal Arifin,Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2011,hlm.89-90.
[6] Ibid,hlm.92-93.
[7] Oemar Hamalik,Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2007,hlm.191.
[8] Zainal Arifin,Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2011,hlm.93-94.
[9] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,..........hlm,79
[10] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,  ......... hlm,80
[11] Nasution, Pengembangan Kurikulum, ........., hlm.140
[12] Nasution, Pengembangan Kurikulum, ................. hlm.140
[13] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran............., hlm,80
[14] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, ibid,.........., hlm,80
[15] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,  .......... hlm, 85
[16] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,(Jogjakarta: Diva Press), hlm. 64
[17] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,......., hlm. 65-74
[18] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, ........, hlm, 82
[19] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm, 185-186
[20] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, ........., hlm, 188
[21] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, ........., hlm, 189
[22] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, ..........., hlm, 192
[23] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik, ........... hlm, 193-194
[24] Subandijah, Pengembangan dan inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 71
[25] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran,  (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm,82
[26] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum teori dan praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.  163

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Travel dokument dan macam macamnya

Bilingualisme dan Dialogsia

Strategi Pembelajaran Mufrodat