Komponen dan Model Desain Pengembangan Kurikulum
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan
pelajaran serat cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas
belajar mengajar. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam
suatu
sistem pendidikan karena merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan[1].
Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didik pun akan dinamis, maka
perkembangan kurikulum dinamis, sehingga peserta didik tidak terasing dalam
masyarakat.[2]
Seiring dengan berkembangnnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju
cepat, dan dinamis, menuntut kemajuan masyarakat sebagai pelaku pendidikan juga
berkembang, untuk itu pemerintah melalui guru berusaha mewujudkan sumber daya
manusia yang kompeten sebagai produk hasil dari proses pendidikan. Maka dari itu perlu adanya pengembangan kurikulum sebagai modal dasar
agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan
dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Dari beberapa penjelasan diatas, pengembangan
kurikulum sangat penting sekali bagi dunia pendidikan, agar tujuan daripada
pendidikan dapat terwujud dengan baik. Ada beberapa model yang diungkapkan
oleh para ahli dalam pengembangan kurikulum, yang dalam hal itu, akan dibahas
dalam makalah penulis yang berjudul “model-model pengembangan kurikulum”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja
komponen-kompoen pengembangan kurikulum ?
2.
Bagaimanakah
model-model pengembangan kurikulum menurut Top Down, Grass Roots, Ralp tailor
Dll ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Komponen-komponen
Pengembangan kurikulum
Merujuk pada
fungsi kurikulum dalam proses pendidikan yang menjadi alat mencapai tujuan
pendidikan, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen
penunjang yang saling mendukung satu sama lain[3]. Komponen – komponen itu antara lain adalah :
1. Komponen Tujuan
Tujuan
mempunyai peranan yang sangat penting dan stratregis dalam kerangka dasar
kurikulum, karena akan mengarahkan dan memengaruhi komponen-komponen kurikulum
lainnya. Dalam
penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum
menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa
dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau falsafah negara,
karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara.
Bagi Indonesia, yang menetapkan
Pancasila sebagai pandangan hidupnya, sudah selayaknya mengarahkan sistem
pendidikannya pada pembentukan warga negara yang cakap untuk memahami,
menghayati, dan mengamalkan falsafah negara, yaitu Pancasila. Bagi negara lain,
sudah barang tentu lain pula gambaran warga negara yang dicita-citakannya.
Dengan demikian, pandangan hidup yang dianut oleh para guru dan peserta
didiknya akan mewarnai persepsinya terhadap gambaran karakteristik sasaran
kegiatan pembelajarannya. Pada gilirannya, persepsi tersebut akan memengaruhi
pula kebijakannya dalam merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan
mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
Tujuan pendidikan yang berkaitan
dengan domain-domain anak didik, di upayakan melalui proses pendidikan, jika di
buat secara berurutan pendidikan itu sebagai berikut :
a.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional
merupakan tujuan pendidikan yang paling tinggi dalam hierarki tujuan-tujuan
pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan
falsafat Pancasila. Menurut Undang-Undamg No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk menciptakan
manusia Indonesia yang beriman, bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
ruhani, kepribadian yang mantap, mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
b.
Tujuan Institusional
Tujuan
institusional merupakan tindak lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem
pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap
lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut tujuan institusional,
karena itu dikenal bermacam-macam tujuan institusional, antara lain tujuan
institusional SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA, Universitas/Akademi/UIN/IAIN/STAIN, dan
lain sebagainya.
c.
Tujuan Kurikuler
Tujuan
kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan. Dengan demikian, isi
pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan
pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki tujuan kurikuler yang biasanya
dapat dilihat dari GBPP suatu bidang studi. Dari GBPP (Garis-Garis BesarProgram
Pengajaran) tersebut, terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu dicapi oleh
anak didik setelah ia menyelesaikan pendidikannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah bahwa tujuan kurikuler mesti mencerminkan tindak lanjut dari tujuan
kurikuler dan tujuan pendidikan nasional. Karena itu, penjabaran tujuan
institusional dan tujuan pendidikan nasional mesti menggambarkan tujuan
kurikuler sehingga akan terlihat jelas hubungan hierarkis dari ketiga tujuan
pendidikan tersebut.
d.
Tujuan instruksional
Tujuan
ini bersifat operasional, yaitu diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya
proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari
pembahasan. Untuk mencapai tujuan instruksional ini, biasanya seorang
pendidik/guru perlu membuat Satuan Pelajaran (SP). Dalam upaya mencapai
tujuannya, tujuan instruksional ini sangat ditentukan oleh kondisi proses
belajar mengajar yang ada, antara lain kompetensi pendidikan, fasilitas
belajar, anak didik, metode, lingkungan, dan faktor yang lain. Tujuan
instruksional ada dua. Pertama, tujuan instruksional umum. Kedua, tujuan
intreksional khusus[4].
2.
Komponen Isi dan Struktur
Program/Materi
Komponen
isi dan struktur program/materi merupakan materi yang diprogramkan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud
biasanya berupa meteri bidang-bidang studi, misalnya Matematika, Bahasa
Indonesia, IPA, IPS, Akhlak, Tasyri’, Bahasa Arab, dan alin sebagainya.
Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang, dan jalur
pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut biasanyatelah dicantumkan
atau dimuatkan dalam struktur program kurikulum suatu sekolah.
Hilda Taba memberikan kriteria
untuk memilih isi/materi kurikulum sebagai berikut: a). Materi itu harus sahih
dan signifikan, artinya harus menggambarkan pengetahuan mutakhir, b). Materi
itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar peserta didik lebih
mampu memahami fenomena dunia, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi, c).
Materi itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman, d).
Meteri harus mencakup berbagai ragam tujuan, e). Materi harus sesuai dengan
kemampuan dan pengalaman peserta didik, dan f). Materi harus sesuai dengan
kebutuhan dan minat peserta didik. Begitu juga, Ronald C.Doll (1978) dalam
Zainal Arifin (2011) mengemukakan beberapa kriteria pemilihan materi kurikulum,
yaitu: a). Validitas dan signifikasi materi, b). Adanya keseimbangan materi,
c). Kesesuaian materi dengan kebutuhan dan minat murid, d). Kemantapan materi,
dalam arti tidak cepat usang, e). Hubungan antara materi dengan ide pokok dan
konsep-konsep, f). Kemampuan peserta didik untuk mempelajari materi, dan g).
Kemungkinan menjelaskan materi itu dengan data dari disiplin lain.
Pemilihan isi kurikulum dapat juga
mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: a). Sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai, b). Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, c). Bermanfaat
bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan negara, baik untuk masa
sekarang maupun masa yang akan datang, dan d). Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi[5].
3.
Komponen Proses
Proses pelaksanaan kurikulum
harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk
membelajarkan peserta didik, baik disekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun
diluar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah,
guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode
pembelajaran dan sumber-sumber belajar. Ada beberapa strategi pembelajaran yang
dapat digunakan dalam menyampaikan isi kurikulum, antara lain:
a.
Strategi ekspositori klasikal, yaitu guru
lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnyatelah diolah sendiri, sementara
siswa lebih banyak menerima materi yang telah jadi.
b.
Strategi pembelajaran heuristik (discovery
dan inquiry)
c.
Strategi pembelajaran kelompok kecil: kerja
kelompok dan diskusi kelompok
d.
Strategi pembelajaran individual
Disamping strategi, ada juga metode
mengajar. Untuk memilih metode mana yang akan digunakan, guru dapat melihat
dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran,
pendekatan yang berpusat pada peserta didik, dan pendekatan yang berorientasi
pada kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, tidak ada satu metode pun yang
dianggap paling ampuh. Oleh sebab itu, guru harus dapat menggunakan multimetode
secara bervariasi.
Sumber belajar adalah bagian yang
tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran yang
tradisional, penggunaan sumber belajar terbatas pada informasi yang diberikan
oleh guru, dan beberapa diantaranya ditambah dengan buku sumber. Bentuk sumber
belajar yang lain cenderung kurang mendapat perhatian, sehingga aktivitas
belajar peserta didik kurang berkembang. Berdasarkan pendekatan teknologi
pendidikan, sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu
manusia, bahan, lingkungan, alat, dan perlengkapan, serta aktivitas[6].
4.
Komponen Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses
interaksi, deskripsi, dan pertimbangan (jodgment) untuk menemukan hakikat
dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini kurikulum. Evaluasi
kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki substansi kurikulum,
prosedur implementasi, metode instruksional, serta pengaruhnya pada pelajaran
dan perilaku siswa[7].
Berdasarkan definisi kurikulum yang
digunakan akan dapat diketahui aspek-aspek apa yang akan dievaluasi. Untuk
mengetahui aspek-aspek evaluasi kurikulum, dapat dilihat dari perspektif model
evaluasi kurikulum. Model Tayler, misalnya, mengutamakan hasil belajar peserta
didik sebagai aspek penting dalam evaluasi kurikulum, sedangkan Scriven
menekankan dari segi formatif dan sumatif. Menurut Arich Lewy (1977) dalam Zainal
Arifin (2011) aspek-aspek evaluasi kurikulum harus sesuai dengan tahap-tahap
dalam pengembangan kurikulum, yaitu penentuan tujuan umum, perencanaan, uji
coba dan revisi, uji lapangan, pelaksanaan kurikulum, dan pengawasan mutu[8].
B.
Model-model Pengembangan Kurikulum
1.
Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and
Instruction)
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan
oleh Tyler (1949) diajukan berdasarkan pada beberapa pernyataan yang mengarah
pada langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, menurut
Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum, seperti
gambar berikut:[9]
:
Objectives
Selecting Learning experience
Organizing Learning Experience
Evaluation
a. Menentukan
tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran
akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan
pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti
program pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus dirimuskan secara jelas
sampai pada rumusan tujuan khusus guna mempermudah pencapaian tujuan tersebut.
Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai
sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : a) hakikat
pesarta didik b) kehidupan masyarakat masa kini dan c) pandangan para ahli
bidang studi. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan masukan dari
ketiga aspek tersebut. Kemudian difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat
dan silosofis pendidikan serta psikologi pendidikan[10].
Selain itu ada lima faktor yang menjadi arah penentu
tujuan pendidikan, yaitu: pengembangan kemampuan berfikir, membantu memperoleh
informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik,
dan pengembangan sikap sosial. Jadi, dalam menentukan tujuan pendidikan
hendaknya jangan hanya memperhitungkan pendapat para ahli disiplin ilmu
melainkan juga kebutuhan dan minat anak dan masyarakat yang sesuai dengan
falsafah Pendidikan.[11]
b. Menentukan
proses pembelajaran
Setelah penetapan tujuan, selanjutnya ialah menetukan
proses pembelajaran apa yang paling cocok dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses
pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan paserta didik. Hal
ini agar mereka dapat mengadakan reaksi mental dan emosional maupun dalam
bentuk kelakuan.[12]
c. Menentukan
organisasi pengalaman belajar
Setelah proses pembelajaran ditentukan,
selanjutnya menentukan organisasi pengalaman belajar. Pengalaman belajar di
dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Bahan
yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman belajar apa yang harus
dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam
pencapaian tujuan. Kejelasan tujuan, materi belajar dan proses pembelajaran
serta urutan-urutan akan mempermudah untuk memperoleh gambaran tentang evaluasi
pembelajaran apa yang sebaiknya digunakan.[13]
d. Menentukan
evaluasi pembelajaran
Menetukan
jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model
Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan
sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses
belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa
tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memerhatikan
komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus memerhatikan prinsip-prinsip
evaluasi yang ada.[14]
Jadi
dalam melakukan evaluasi hendaknya jangan hanya berbentuk tes tertulis akan
tetapi juga berupa observasi, hasil pekerjaan siswa, kegiatan dan
partisipasinya serta menggunakan metode-metode lainnya agar diperoleh gambaran
yang lebih komperhensif tentang taraf pencapaian tujuan pendidikan.
2.
Model Taba (inverted Model)
Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler.
Modifikasi tersebut penekanannya terutama pada pemusatan perhatian guru. Taba
memrcayai bahwa guru merupakan faktor uatama dalam usaha pengembangan
kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memosisikan guru
sebagai inovator dalam pengembangan kurikulum merupakan karakteristik dalam
model pengembangan Taba. [15]
Langkah-langkah dalam proses pengembangan
kurikulum menurut Taba:
a. Diagnosis
Kebutuhan
Agar kurikulum menjadi berguna pada pengalaman
belajar murid, Taba berpendapat bahwa segatlah penting mendiagnosis berbagai
kebutuhan pendidik. Hal ini merupakan langkah penting pertama dari Taba tentang
apa yang anak didik inginkan dan perlukan untuk belajar. Karena latar belakang
peserta didik yang beragam, maka diperlukannya diagnosis tentang gaps,
berbagai kekurangan, (deficiencies), dan perbedaan latar belakang
peserta didik (variations in these background).[16]
b. Formulasi
Pokok-pokok (Merumuskan tujuan pendidikan)
Formusai yang jelas dan tujuan-tujuan yang
koperhensif untuk membentuk dasar
pengembangan elemen-elemen berikutnya. Secara jelas, taba berpendapat bahwa
hakikat tujuan akan menentukan jenis pelajaran yang perlu untuk diikuti.
Dalam
merumuskan tujuan pendidikan, ada empat area yang perlu diperhatikan, pertama,
konsep atau ide yang akan dipelajari (concepts or ideas to be learned).
Kedua, sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan dikembangkan (attitudes,
sensitivities, and feeling to be developed). Ketiga, pola pikir yang akan
ditekankan, dikuatkan, atau dimulai/dirumuskan (ways of thingking to be
reinforced, strengthened, or initiasted). Keempat, kebiasaan dan kemampuan
yang akan dikuasai (habits and skills to be mastered)
c.
Seleksi Isi
Menurut Taba, isi (materi) yang akan diajarkan
kepada peserta didik adalah 1). Harus Valid dan signifikan, 2). Isi Harus
relevan dengan kenyataan sosial, 3). Isi hasus mengandung keseimbangan antara
keluasan dan kedalaman. 4). Isi harus mencakup beberapa tujuan, 5). Isi harus
dapat disesuaikan dengan kemampuan peserta didik untuk mempelajarinya, dan bisa
dihubungkan dengan pengalaman mereka.
d.
Organisasi isi
Dalam menyusun kurikulum, terutama terkait dengan
bentuk penyajian bahan pelajaran/isi atau organisasi kurikulum/isi, ada dua
organisasi kurikulum yang bisa menjadi pilihan, yaitu kurikulum berdasarkan
mata pelajaran dan kurikulum terpadu.
e.
Seleksi pengalaman belajar
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan
dalam seleksi pengalaman belajar peserta didik. 1. Pengalaman peserta didik
harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebab, setiap tujuan akan
menentukan pengalaman pembelajaran. 2. Setiap pengalaman belajar harus
memuaskan peserta didik 3. Setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya
melibatkan peserta didik, 4. Dalam satu pengalaman belajar kemungkinan dapat
mencapai tujuan yang berbeda.
f. Organisasi
Pengalaman belajar
Mengutip pendapatnya Tyler, terdapat tiga prinsip
dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas, urutan isi dan
integrasi. Kontinuitas bearti bahwa, pengalaman belajar yang diberikan harus
memiliki kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan belajar selanjutnya
dan untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang lain. Adapun urutan isi,
artinya setiap pengalaman belajar yang diberikan kepada peserta didik harus
memperhatikan tingkat perkembangan mereka.
g. Penetuan
tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya.
Dalam melakukan evaluasi, Taba menganjurkan
beberapa hal, 1. Menetapkan kriteria penilaian, 2. Menyususn program evaluasi
yang koperhensif, 3. Menerapkan teknik pengumpulan data, 4. Melakukan
interpretasi data evaluasi, 5. Menerjemahkan evaluasi ke dalam kurikulum.[17]
3.
Model Oliva
|
|
|
|
|
|
Menurut
oliva, suatu model kurikulum harus bersifat simpel, koperhensif dan sistematik.
Oliva menggambarkan bahwa dalam pengembangan suatu kurikulum, ada 12 komponen
yang satu sama lain saling berkaitan, seperti yang terlihat dalam gambar
berikut.
Dari
bagian di atas, tampak model pengenbangan kurikulum yang dikemukakan oleh
olivia.
Komponen Pertama, perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi pendidikan, yang semianya
berseumber dari analisis kebutuhan siswa dan analisis kebutuhan masyarakat.
Komponen Kedua, adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada,
kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh
sekolah. Sumber kurikulum dapat dilihat dari komponen satu dan dua ini.
Komponen satu berisi pernyataan-pernyataan yang bersifat umum dan sangat ideal.
Sedanglan komponen dua sudah mengarah pada tujuan yang lebih khusus.
Komponen Ketiga dan keempat, berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus
kurikulum yang didasarkan pada kebutuhan seperti yang tercantum pada komponen satu
dan dua.
Komponen kelima, mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
Komponen keenam dan ke tujuh, mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan
tujuan umum dan khusus pembelajaran.
Komponen
kedelapan,
menetapkan strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat tercapai tujuan .
Komponen kesembilan, setudi awal tentang strategi dan teknik penilaian yang dapat digunakan.
Komponen kesepuluh, mengimplementasikan strategi kurikulum, setelah strategi
diimplementasikan, pengembangan kurikulum kembali ke komponen sembilan atau
komponen sembilan plan B, untuk menyempurnakan alat atau teknik penilaian.
Komponen ke sebelas dan duabelas, dilakukan evaluasi terhadap pembelajaran dan
evaluasi kurikulum[18].
4.
D.K. Wheeler (Curriculum
Process)
Wheeler mempunyai argument tersendiri agar
pengembangan kurikulum dapat menggunakan lingkar proses, yang setiap elemennya
saling berhubungan dan saling bergantung. Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya
memiliki bentuk rasional. Setiap langkahnya merupakan pengembangan secara logis
terhadap model sebelumnya, dan suatu langkah tidak dapat dilakukan sebelum
langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan. Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagaimana telah
dilakukan oleh Tyler dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah yang saling keterkaitan
dalam proses kurikulum.[19]
Lima langkah itu jika dikembangkan
dengan logis dan temporer akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Wheeler
mengembangkan lebihlanjut apa yang dilakukan Tyler dan Taba, meski hanya
dipersentasikan agak berbeda. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai
berikut.
a. Seleksi
maksud, tujuan, dan sasarannya.
b.
Seleksi pengalaman belajar untuk membantu
mencapai maksud, tujuan dan sasaran.
c.
Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari
pengalaman yang mungkin ditawarkan.
d.
Organisasi dan integrasi pengalaman belajar dan
isi yang berkenaan dengan proses belajar
mengajar
e. Evaluasi
setiap fase dan masalah tujuan-tujuan.
Berikut
merupakan model pengembangan kurikulum versi Wheeler dalam bentuk
lingkaran:
Kontribusi Wheeler terhadap pengembangan kurikulum adalah terhadap
hakikat lingkaran dari elemen-elemen kurikulum. Kurikulum proses disini tampak
lebih sederhana dan gambar diatas memberikan indikasi bahwa langkah-langkah
dalam lingkaran yang bersifat
berkelanjutan memiliki makna responsif terhadap perubahan-perubahan pendidikan
yang ada.
5.
Audery dan Howard Nicholls
Audery dan Howard Nicholls
mengembangkan suatu pendekatan yang tegas mencakup elemen-elemen kurikulum
dengan jelas dan ringkas. Ia menitikberatkan pada pendekatan pengembangan
kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul
dari adanya perubahan situasi.[20]
Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metodenya Tyler, Taba
dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau
berbentuk lingkaran, dan ini dilakukan demi langkah awal, yaitu analisis
situasi. Kedua penulis ini mengungkapkan bahwa sebelum elemen-elemen tersebut
diambil atau dilakukan dengan lebih jelas, konteks dan situasi di mana
keputusan kurikulum itu dibuat harus dipertimbangkan secara mendetail dan serius. Dengan demikian,
analisis situasi menjadi langkah pertama yang menbuat para pengembang kurikulum
memehami faktor-faktor yang akan mereka kembangkan[21].
Ada lima langkah yang diperlukan
dalam proses pengambangan secara
kontinu. Langkah-langkah tersebut:
a. situasional
analysis
(analisis situasi)
b.
selection of objectives (seleksi tujuan)
c.
selection and organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d.
selection and organization of methods (seleksi dan organisasi mode)
e.
evaliation (evaluasi)
Masuknya fase analisis situasi merupakan suatu
yang disengaja untuk memaksa para pengembang kurikulum lebih responsif terhadap
lingkungan dan secara khusus dengan kebutuhan anak didik. Kedua lebih
menekankan perlunya memakai pendekatan yang lebih komperhensif untuk
mendiaknosis semua faktor menyangkut semua situasi dengan diikuti penggunaan pengetahuan dan pengertian yang berasal dari
analisis tersebut dalam perencanaan kurikulum. Untuk lebih memahami model
kurikulum yang dibuat Nicholls, bisa mengamati sesuai gambar
berikut.
Dengan menerapkan
situasional analysis sebagai titik permulaan, model ini memberikan dasar data
sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan. Berbeda
halnya dengan Wheeler ia tidak merujuk pada analisis situasi yang spesifik, ia
sebenarnya lebih menguji pada keberadaan sumber tujuan yang ada.
6.
Deckler Walker
Walker berpendapat bahwa para pengembang kurikulum tidak mengikuti
pendekatan yang telah ditentukan dari urutan yang rasional dari elemen-elemen
kurikulum ketika mereka mengembangkan kurikulum. kurikulum.
Lebih baik memprosesnya melalui tiga fase di dalam persiapan natural daripada
dalam kurikulum. Kesimpulan tersebut berasal dari analisis Walker terhadap
laporan proyek kurikulum, seperti CHEM Stuidi, BSCS, SMSG serta partisipasi
pribadinya dalam proyek kurikulum bidang kesenian. Analisis Walker menguraikan
apa yang telah dilihat sebagai model alami dalam proses kurikulum. It is a
naturalistic model in the sense that it was constructed to represent phenomena
and realtions observed in actual curriculum projects faithfully as possible
with a few terns and principles[22].
Untuk lebih jelasnya mengenai model kurikulum versi Walker ini, kita bisa
lihat gambar berikut:
|
(applying
them to practical situations arguing about, accepting, refusing, changing,
adapting)
|
(Making decision about
the various process componen)
Walker mempunyai argument bahwa pernyataan platform di
organisasikan oleh para pengembang kurikulum dan pernyataan tersebut berisi
serangkian ide, prefensi dan pilihan, pendapat, keyakinan, dan nilai-nilai yang
dimiliki kurikulum. Aspek-aspek tersebut mungkin tidak definisikan atau
secara logis, tapi mereka membrntuk basis platform sehingga kurikulum mendatang
bisa dibuat oleh pengembang kurikulum.
Walker berpendapat bahwa pengembang kurikulum
tidak memulai tugas dalam keadaan kosong (a blank state), nilai-nilai,
konnsepsi, dan hal-hal lain yang pengembangan kurikulum gunakan untuk oroses
pengembangan kurikulum mengindikasikan adanya kesukaan dan perlakuan sebagai
dasar mengembangkan kurikulum. Walker mengajurkan
bahwa: The Platfrom includes an idea of what is ought to be and these guides
the curriculum developer in the dertemining what should be do to realize his
vision
Ketika interaksi di antara individu dimulai, mererka kemudian memasuki
fase pertimabangan yang mendalam. Walker berpendapat bahwa selama fase ini,
individu mempertahankan pertanyaan platform mereka sendiri dan menekanakan pada
idde-ide yang ada. Berbagai peristiwa ini memberikan suatu (developers) juga
beusaha menjelaskan ide-ide mereka mencapai suatu konsesus. Dari periode yang
agak kacau, fase yang telah dipertimbangkan menghasilkan suatu ilmuniti yang
penuh pertimbangan.
Fase model terakhir Walker adalah menggunakan bentuk design. Pada
fase ini, developers membuat keputusan tentang berbagai komponen proses
atau elemen-elemen kurikulum. Keputusan akan dicapai setelah ada diskusi
mendalam dan dikompromikan oleh individu-individu. Keputusan-keputusan itu
kemudian deirekam dan menjadi basis data untuk dokumen kurikulum atau materi
yang lebi spesifik.[23]
7.
Model Grass
Roots
Pengembangan kurikulum model ini kebalikan dari
model adaministratif. Model Grass Roots
merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Pengembangan
kurikulum model ini, berada ditangan staf pengajar sebagai pelaksana pada suatu
sekolah atau beberapa kesolah sekaligus. Model ini didasaarkan pada pandangan
bahwa implementasi kurikulum akan lebih berhasil jika staf pengajar sebagai
pelaksana seudah sejak semula diikutsertakan dalam pengenbagan kurikulum[24].
Model Grass Roots lebih demokratis
karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan, sehingga
perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan spesifik
menuju bagian-bagian yang lebih besar[25].
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum model Grass Roots,
di antaranya : 1) guru harus memiliki kemampuan yang propesional; 2) guru harus
terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyeselaian permasalahan kurikulum;
3) guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan
penentuan evaluasi; 4) seringnya pertemuan pemahaman guru dan akan menghasilkan
konsensus tujuan, perinsip, maupun rencana-rancana. Ada beberapa hal yang harus
diantisipasi dalam model ini, diantaranya adalah akan bervariasinya sistem
kurikulum di sekolah karena menerapkan partisipasi sekolah dan masyarakat
secara demokratis. Sehingga apabila tidak terkontrol (tidak ada kendali mutu),
maka cendrung banyak mengabaikan kebijakan dari pusat.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen
kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan
seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memingkinkan, baik dilihat
dari kemampuan guru, fasilitas, biaya, maupun bahan-bahan perpustakaan,
pengembangan kurikulum model grass roots akan lenih baik. Hal itu
didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga
penyempurna dari pengajaran di kelasnya.
Dialah yang paling tau kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang
paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.[26]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pemaparan yang penulis kumpulkan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Komponen-komponen
Pengembangan kurikulum yaitu;
1. Komponen Tujuan
Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan
domain-domain anak didik, di upayakan melalui proses pendidikan, jika di buat
secara berurutan pendidikan itu sebagai berikut :
a.
Tujuan Pendidikan
Nasional
b.
Tujuan Institusional
c.
Tujuan Kurikuler
d.
Tujuan instruksional
2. Komponen Isi dan Struktur Program/Materi
3. Komponen Proses
4. Komponen Evaluasi
Model
pengembangan kurikulum adalah langkah sistematis dalam penyususnan kurikulum.
Alternatif prosedur dalam rangka mendesain, menerapkan dan mengevaluasi suatu
kurikulum.model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses
sistem perencanaan program pembelajaran
yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam
pendidikan, berdasarkan pada perkembangan teori dan praktek kirikulum.
Ada banyak model-model pengembangan kurikulum
yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: 1).Model Ralph Tyler (Basic Principles Curriculum and Instruction). 2). Model Taba (inverted Model), 3). Model Olivia 4). D.K. Wheeler (Curriculum Process), 5). Audery dan Howard Nicholls, 6). Deckler
Walker, 7). Model Grass
Roots, dari beberapa model tersebut, pada dasarnya semua kurikulum
tersebut, memiliki komponen tujuan, bahan, proses belajar mengajar, dan
evaluasi yang sama.
Daftar Pustaka
Arifin, Zainal, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,
Jogjakarta: Diva Press
Arifin, Zainal,Konsep dan
Model Pengembangan Kurikulum, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,2011
Hamalik, Oemar, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2007
Idi, Abdullah, Pengembangan
Kurikulum teori dan Praktik, Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013
Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1993
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Ruhimat, Toto dan Alinawati, Muthia, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Press, 2013
Sanjaya, Wina,
Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, Jakarta: Kencana, 2011
Subandijah, Pengembangan
dan inovasi Kurikulum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan kurikulum teori dan praktik,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI, Ilmu
dan Aplikasi Pendidikan, Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama, 2007
[2] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori
dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013),hlm, 227
[5] Zainal Arifin,Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum,PT Remaja
Rosdakarya,Bandung,2011,hlm.89-90.
[8] Zainal Arifin,Konsep
dan Model Pengembangan Kurikulum,PT Remaja
Rosdakarya,Bandung,2011,hlm.93-94.
[16] Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam,(Jogjakarta:
Diva Press), hlm. 64
[18] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, ........, hlm, 82
[19] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum teori
dan Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm, 185-186
[24] Subandijah, Pengembangan dan inovasi Kurikulum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1996), hlm. 71
[25] Toto Ruhimat dan Muthia Alinawati, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm,82
[26] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan kurikulum teori dan praktik,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.
163
Komentar
Posting Komentar